Thursday, April 26, 2012

ngentot di kebon sawit




Tongkat Pak Satpam

Nama saya Reni (samaran) saat ini usia 28 tahun. Kata orang saya memiliki segalanya kekayaan, kecantikan dan keindahan tubuh yang menjadi idaman setiap wanita. Dengan tinggi 165 cm dan berat 51 menjadikan aku memiliki pesona bagi lelaki mana saja. Apalagi wajahku boleh dibilang cantik dengan kulit kuning langsat dan rambut sebahu. Aku telah menikah setahun lebih.

Latar belakang keluargaku adalah dari keluarga Minang yang terpandang. Sedangkan suamiku, sebut saja Ikhsan adalah seorang staf pengajar pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota Padang.

Setelah suamiku menyelesaikan studinya di luar negeri, aku mengusulkan untuk mengajukan pindah ke kota Padang agar dapat berkumpul lagi dengan keluarga. Setelah melalui birokrasi yang cukup memusingkan ditambah sogok sana sogok sini akhirnya aku bisa pindah di kantor pusat di Kota Padang.

Sebagai orang baru, aku tentu saja harus bekerja keras untuk menunjukkan kemampuanku. Apalagi tugas baruku di kantor pusat ini adalah sebagai kepala bagian. Aku harus mampu menunjukkan kepada anak buahku bahwa aku memang layak menempati posisi ini. Sebagai konsekuensinya aku harus rela bekerja hingga larut malam menyeleseaikan tugas-tugas yang sangat berbeda saat aku bertugas di kepulauan dahulu. Hal ini membuat aku harus selalu pulang larut malam karena jarak rumah kami dengan kantor yang cukup jauh yang harus kutempuh selama kurang lebih 30 menit dengan mobilku.

Akibatnya aku jadi jarang sekali bercengkerama dengan suamiku yang juga mulai semakin sibuk sejak karirnya meningkat. Praktis kami hanya bertemu saat menjelang tidur dan saat sarapan pagi.

Atas kebijakan pimpinan aku selalu dikawal satpam jika hendak pulang. Sebut saja namanya Pak Marsan, satpam yang kerap mengawalku dengan sepeda motor bututnya yang mengiringi mobilku dari belakang hingga ke depan halaman rumahku untuk memastikan aku aman sampai ke rumah. Dengan demikian aku selalu merasa aman untuk bekerja hingga selarut apapun karena pulangnya selalu di antar. Tak jarang aku memintanya mampir untuk sekedar memberinya secangkir kopi hingga suamiku pun mengenalnya dengan baik. Bahkan suamiku pun kerap kali memberinya beberapa bungkus rokok Gudang Garam kesukaannya.

Pak Marsan adalah lelaki berusia 40 tahunan. Tubuhnya cukup kekar dengan kulit kehitaman khas orang Jawa. Ia memang asli Jawa dan katanya pernah menjadi preman di Pasar Senen Jakarta. Ia sudah menjadi satpam di bank tempat saya bekerja selama 8 tahun. Ia sudah beristri yang sama-sama berasal dari Jawa. Akupun sudah kenal dengan istrinya, Yu Sarni.

Suatu hari, saat aku selesai lembur. Aku kaget saat yang mengantarku bukan Pak Marsan, tetapi orang lain yang belum cukup kukenal.

“Lho Pak Marsan di mana, Bang?” tanyaku pada satpam yang mengantarku.

“Anu, Bu, Pak Marsan hari ini minta ijin tidak masuk. Katanya istrinya melahirkan,” katanya dengan sopan.

Akhirnya aku tahu kalau yang mengantarku adalah Pak Sardjo, satpam yang biasanya masuk pagi.

“Kapan istrinya melahirkan?” tanyaku lagi.

“Katanya sih hari ini atau mungkin besok, Bu,” jawabnya.

Akhirnya hari itu aku pulang dengan diiringi Pak Sardjo.

Awal Perselingkuhan

Sudah dua hari aku selalu dikawal Pak Sardjo karena Pak Marsan tidak masuk kerja. Hari Minggu aku bersama suamiku memutuskan untuk menjenguk istri Pak Marsan di Rumah Sakit Umum. Akhirnya aku mengetahui kalau Yu Sarni mengalami pendarahan yang cukup parah atau bleeding. Dengan kondisinya itu ia terpaksa menginap di Rumah Sakit untuk waktu yang agak lumayan setelah post partum. Atas saran suamiku aku ikut membantu biaya perawatan istri Pak Marsan, dengan pertimbangan selama ini Pak Marsan telah setia mengawalku setiap pulang kerja.

Sejak saat itu hubungan keluargaku dengan keluarga Pak Marsan seperti layaknya saudara saja. Kadangkala Yu Sarni mengirimkan pisang hasil panen di kebunnya ke rumahku. Walaupun harganya tidak seberapa, tetapi aku merasa ada nilai lebih dari sekedar harga pisang itu. Ya, rasa persaudaraan! Itulah yang lebih berharga dibanding materi sebanyak apapun. Sering pula aku mengirimi biskuit dan sirup ke rumahnya yang sangat sederhana dan terpencil. Memang rumahnya berada di tengah kebun yang penuh ditanami pisang dan kelapa.

Karena seringnya aku berkunjung ke rumahnya maka tetangga yang letaknya agak berjauhan sudah menganggapku sebagai bagian dari keluarga Pak Marsan.

Suatu hari, saat aku pulang lembur seperti biasa aku diantar Pak Marsan. Begitu sampai ke depan rumah tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya hingga kusuruh Pak Marsan untuk menunggu hujan reda.

Aku suruh pembantuku, Mbok Rasmi yang sudah tua untuk membuatkan kopi baginya. Sementara Pak Marsan menikmati kopinya aku pun masuk ke kamar mandi untuk mandi. Merupakan kebiasaanku untuk mandi sebelum tidur.

Hujan tidak kunjung reda hingga aku selesai mandi, kulihat Pak Marsan masih duduk menikmati kopinya dan rokok kesukaannya di teras sambil menerawang hujan. Hanya dengan mengenakan baju tidur babydoll, aku ikut duduk di teras untuk sekedar menemaninya ngobrol. Kebetulan lampu terasku memang lampunya agak remang-remang. Memang sengaja kuatur demikian dengan suamiku agar enak menikmati suasana.

“Gimana sekarang punya anak, Pak? Bahagia kan?” tanyaku membuka percakapan.

“Yach.. bahagia sekali, Bu..! Habis dulu istri saya pernah keguguran saat kehamilan pertama, jadi ini benar-benar anugrah yang tak terhingga buat saya, Bu.. Apalagi kami berdua sudah tidak muda lagi…”

“Memang, Pak… Aku sendiri sebenarnya sudah ingin punya anak, tetapi…” Aku tidak dapat meneruskan kata-kataku karena jengah juga membicarakan kehidupan seksualku di depan orang lain.

“Tetapi kenapa, Bu… Ibu kan sudah punya segalanya.. Mobil ada… Rumah juga sudah ada… Apa lagi,” timpalnya seolah-olah ikut prihatin.

“Yach…itu lah pak… dari materi memang kami tidak kekurangan, tetapi dalam hal yang lain mungkin kehidupan Yu Sarni lebih bahagia.”

“Mmm maksud ibu…” tanyanya terheran-heran.

“Itu lho pak… Pak Marsan kan tahu kalau saya selalu kerja sampai malam sedangkan Bang Ikhsan juga sering tugas ke luar kota jadi kami jarang bisa berkumpul setiap hari. Sekarang aja Bang Ikhsan sedang tugas ke Jakarta sudah seminggu dan rencananya baru empat hari lagi baru kembali ke Padang.”

“Yachh.. memang itulah rahasia kehidupan, Bu… Kami yang orang kecil seperti ini selalu kesusahan mikir apa yang hendak dimakan besok pagi… sedangkan keluarga Ibu yang tidak kekurangan materi malah bingung tidak dapat kumpul.”

Matanya sempat melirikku yang saat itu mengenakan babydoll dari satin berwarna pink. Dalam balutan pakaian itu, pundak dan pahaku yang putih memang terbuka. Aku mengenakan pakaian itu karena memang tadinya niatnya akan langsung tidur. Di samping itu aku sudah merasa dekat dengan Pak Marsan yang selama ini selalu bersikap sopan padaku. Istrinya pun sudah dekat denganku. Demikian pula sebaliknya suamiku dengan Pak Marsan. Jadi aku tak merasa risih berpakaian seperti itu di depan Pak Marsan.

Baru kusadar sewaktu melihat jakunnya naik turun melihat kemolekan tubuhku. Aku sadar tubuhku yang terbuka telah membuatnya terangsang. Bagaimanapun, ia tetaplah seorang lelaki normal…

Mungkin karena hujan yang semakin deras dan aku pun jarang dijamah suamiku membuat gairah nakalku bangkit.

Aku sengaja mengubah posisi dudukku sehingga pakaianku yang sudah mini itu jadi tersingkap. Pahaku yang mulus kini sepenuhnya kelihatan. Hal ini membuat duduknya semakin gelisah. Matanya berkali-kali mencuri pandang ke arah pahaku.

“Sebentar Pak, saya ambil minuman dulu,” kataku sambil bangkit dan berjalan masuk. Aku sadar bahwa pakaian yang kukenakan saat itu agak tipis sehingga bila aku berjalan ke tempat terang tubuhku akan membayang di balik gaun tipisku.

“Oh ya, Pak Marsan masuk saja ke dalam soalnya hujan kan… Di luar dingin…”

“I..iya, Bu..” jawab Pak Marsan agak tergagap karena lamunannya terputus oleh undanganku tadi.

Jakunnya semakin naik turun dengan cepat. Aku tahu ia tentu sudah lama tidak menyentuh istrinya sejak melahirkan bulan kemarin, karena usia kelahiran bayinya belum genap 40 hari. Suasana sepi di rumahku ditambah dengan dinginnya malam membuat gairahku bergejolak menuntut penuntasan.

Apa boleh buat aku harus berhasil menggoda Pak Marsan, apapun caranya. Demikian tekad nakalku menari-nari dalam kepalaku.

Pak Marsan pun masuk dan duduk di sofa ruang tamuku. Mbok Sarmi sudah terlelap di kamarnya di belakang. Aku yang semakin gelisah sibuk mencari-cari akal bagaimana menundukkan Pak Marsan yang tentu saja tidak mungkin berani untuk memulai karena aku adalah bosnya di kantor.

Setelah mengambil minuman, aku duduk di ruang tamu berhadap-hadapan dengan Pak Marsan. Duduknya semakin gelisah melihat penampilanku yang sangat segar habis mandi tadi. Akhirnya mungkin karena tidak tahan atau karena udara dingin ia minta ijin untuk ke kamar kecil.

“Eh.. anu, Bu.. Boleh minta ijin ke kamar kecil, Bu.”

“Silakan, Pak.. Pakai yang di dalam saja.”

“Ah.. enggak, Bu saya enggak berani.”

“Enggak apa-apa… Itu, Pak Marsan masuk aja, nanti ada di dekat ruang tengah itu.”

“Baik, Bu…”

Sambil berdiri ia membetulkan celana seragam dinasnya yang ketat. Aku melihat ada tonjolan besar yang mengganjal di sela-sela pahanya. Aku membayangkan mungkin isinya sebesar tongkat pentungan yang selalu dibawa-bawanya saat berjaga… atau bahkan mungkin lebih besar lagi.

Agak ragu-ragu ia melangkah masuk hingga aku berjalan di depannya sebagai pemandu jalan. Akhirnya kutunjukkan kamar kecil yang bisa dipakainya. Begitu ia masuk aku pun pergi ke dapur untuk mencari makanan kecil, sementara di luar hujan semakin lebat diiringi petir yang menyambar-nyambar.

Aku terkejut saat aku keluar dari dapur tiba-tiba ada tangan kekar yang memelukku dari belakang. Toples kue hampir saja terlepas dari tanganku karena kaget. Rupanya aku salah menduga. Pak Marsan yang kukira tidak mempunyai keberanian ternyata tanpa kumulai sudah mendahului dengan cara mendekapku. Napasnya yang keras menyapu-nyapu kudukku hingga membuatku merinding.

“Ma..maaf, Bu.. say.. saya sudah tidak tahan…” desisnya diiringi dengus napasnya yang menderu.

Lidahnya menjilat-jilat tengkukku hingga aku menggeliat sementara tangannya yang kukuh secara menyilang mendekap kedua dadaku. Untuk menjaga wibawaku aku pura-pura marah.

“Pak Marsan… apa-apaan ini” suaraku agak kukeraskan sementara tanganku mencoba menahan laju tangan Pak Marsan yang semakin liar meremas payudaraku dari luar gaunku.

“Ma..af, Bu.. say.. saya.. sudah tidak tahan lagi..” diulanginya ucapanya yang tadi tetapi tangannya semakin liar bergerak meremas dan kedua ujung ibu jarinya memutar-mutar kedua puting payudaraku dari luar gaun tipisku.

Perlawananku semakin melemah karena terkalahkan oleh desakan napsuku yang menuntut pemenuhan. Apalagi tonjolan di balik celana Pak Marsan yang keras menekan kuat di belahan kedua belah buah pantatku. Hal ini semakin membuat nafsuku terbangkit ditambah dinginnya malam dan derasnya hujan di luar sana. Suasana sangat mendukung bagi setan untuk menggoda dan menggelitik nafsuku.

Tubuhku semakin merinding dan kurasakan seluruh bulu romaku berdiri saat jilatan lidah Pak Marsan yang panas menerpa tulang belakangku. Tubuhku didorong Pak Marsan hingga tengkurap di atas meja makan dekat dapur yang kokoh karena memang terbuat dari kayu jati pilihan. Saat itulah tiba-tiba salah satu tangan Pak Marsan beralih menyingkap gaunku dan meremas kedua buah pantatku.

Aku semakin terangsang hebat saat tangan Pak Marsan yang kasar menyusup celana dalam nylonku dan meremas pantatku dengan gemas. Sesekali jarinya yang nakal menyentuh lubang anusku.

Gila..!! Benar-benar lelaki yang kasar dan liar. Tapi aku senang karena suamiku biasanya memperlakukanku bak putri saat bercinta denganku. Ia selalu mencumbuku dengan lembut. Ini sensasi lain..!! Kasar dan liar…apa lagi samar-samar kucium aroma keringat Pak Marsan yang berbau khas lelaki! Tanpa parfum…gila aku jadi terobsesi dengan bau khas seperti ini. Hal ini mengingatkanku pada saat aku bermain gila dengan Pak Sitor di kepulauan dahulu.

“Akhh..pakk..Marsannhh jangg…anhhhh” desahku antara pura-pura menolak dan meminta.

Ya, harus kuakui kalau aku benar-benar rindu pada jamahan lelaki kasar macam Pak Marsan. Pak Marsan yang sudah sangat bernafsu sudah tidak mempedulikan apa-apa lagi. Dengan beringas dan agak kasar digigitnya punggungku di sana-sini sehingga membuat aku menggeliat dan menggelepar seperti ikan kekurangan air. Apalagi saat bibirnya yang ditumbuhi kumis tebal seperti kumisnya pak Raden mulai menjilat-jilat pantatku.

“Akhh..pakk..akhh..jang..akhh”

Kepura-puraanku akhirnya hilang saat dengan agak kasar mulut Pak Marsan dengan rakusnya menggigiti kedua belah pantatku!! Luar biasa sensasi yang kurasakan saat itu. Pantatku bergoyang-goyang ke kanan dan kiri menahan geli saat digigit Pak Marsan. Mungkin kalau disyuting lebih dahsyat dibanding goyang ngebornya si Inul yang terkenal itu.

“Emhh..pantat ibu indahh…” kudengar Pak Marsan menggumam mengagumi keindahan pantatku. Lalu tanpa rasa jijik sedikitpun lidahnya menyelusup ke dalam lubang anusku dan jilat sana jilat sini.

“Ouch…shh…Am..ampunnhhh” aku mendesis karena tidak tahan dengan rangsangan yang diberikan lelaki kasar yang sebenarnya harus menghormati kedudukanku di kantor. Aku benar-benar pasrah total.

Liang vaginaku sudah berkedut-kedut seolah tak sabar menanti disodok-sodok. Rangsangan semakin hebat kurasakan saat tiba-tiba kepala Pak Marsan menyeruak di sela-sela pahaku dan mulutnya yang rakus mencium dan menyedot-nyedot liang vaginaku dari arah belakang.

Secara otomatis kakiku melebar untuk memberikan ruang bagi kepalanya agar lebih leluasa menyeruak masuk. Aku sepertinya semakin gila. Karena baru kali ini aku bermain gila di rumahku sendiri. Tapi aku tak peduli yang penting gejolak nafsuku terpenuhi. Titik!

“Ouch… shh…terushhh.. Ohhh, Pak Marsanhhh…”

Dari menolak aku menjadi meminta! Benar-benar gila!! Pantatku semakin liar bergoyang saat lidah Pak Marsan menyelusup ke dalam alur sempit di selangkanganku yang sudah sangat basah dan menjilat-jilat kelentitku yang sudah sangat mengembang karena birahi. Aku merasakan ada suatu desakan maha dahsyat yang menggelora, tubuhku seolah mengawang dan ringan sekali seperti terbang ke langit kenikmatan. Tubuhku berkejat-kejat menahan terpaan gelora kenikmatan.

Pak Marsan semakin liar menjilat dan sesekali menyedot kelentitku dengan bibirnya hingga akhirnya aku tak mampu lagi menahan syahwatku.

“Akhhh…Pak Marsannnhhh akhhh…”

Aku mendesis melepas orgasmeku yang pertama sejak seminggu kepergian suamiku ini. Nikmat sekali rasanya. Tubuhku bergerak liar untuk beberapa saat lalu akhirnya terdiam karena lemas. Napasku masih memburu saat Pak Marsan melepaskan bibirnya dari gundukan bukit di selangkanganku. Lalu masih dengan posisi tengkurap di atas meja makan dengan setengah menungging tubuhku kembali ditindih Pak Marsan.

Kali ini ia rupanya sudah menurunkan celana dinasnya karena aku merasakan ada benda hangat dan keras yang menempel ketat di belahan pantatku. Gila panas sekali benda itu! Aku terlalu lemas untuk bereaksi.

Beberapa saat kemudian aku merasakan benda itu mengosek-osek belahan kemaluanku yang sudah basah dan licin. Sedikit demi sedikit benda keras itu menerobos kehangatan liang kemaluanku. Sesak sekali rasanya. Mungkin apa yang kubayangkan tadi benar!! Karena selama ini aku belum pernah melihat ukuran, bentuk maupun warnanya! Tapi aku yakin kalau warnanya hitam seperti si empunya!!

Aku kembali terangsang saat benda hangat itu menyeruak masuk dalam kehangatan bibir kemaluanku.

“Hkkk…hhh.. shhh.. mem..mekhh Bu.. Ren..ni benar-benar legithhhh…” Gumam Pak Marsan di sela-sela napasnya yang memburu. Didesakkannya batang kemaluan Pak Marsan ke dalam lubang kemaluanku. Ouhhh lagi-lagi sensasi yang luar biasa menerpaku. Di kedinginan malam dan terpaan deru hujan kami berdua justru berkeringat…

Gila… Pak Marsan menyetubuhiku di ruang makan tempat aku biasanya sarapan pagi bersama suamiku! Gaunku tidak dilepas semuanya, hanya disingkap bagian bawahnya sedangkan celana dalam nylonku sudah terbang entah kemana dilempar Pak Marsan.

“Ouhh Pak Marsann.. ahhhh….”

Aku hanya mampu merintih menahan nikmat yang amat sangat saat Pak Marsan mulai memompaku dari belakang! Dengan posisi setengah menungging dan bertumpu pada meja makan, tubuhku disodok-sodok Pak Marsan dengan gairah meluap-luap.

Tubuhku tersentak ke depan saat Pak Marsan dengan semangat menghunjamkan batang kemaluannya ke dalam jepitan liang kemaluanku! Lalu dengan agak kasar ditekannya punggungku hingga dadaku agak sesak menekan permukaan meja! Tangan kiri Pak Marsan menekan punggungku sedangkan tangan kanannya meremas-remas buah pantatku dengan gemasnya.

Tanpa kusadari tubuhku ikut bergoyang seolah-olah menyambut dorongan batang kemaluan Pak Marsan. Pantatku bergoyang memutar mengimbangi tusukan-tusukan batang kemaluan Pak Marsan yang menghunjam dalam-dalam.

Suara benturan pantatku dengan tulang kemaluan Pak Marsan yang terdengar di sela-sela suara gemuruh hujan menambah gairahku kian berkobar. Apalagi bau keringat Pak Marsan semakin tajam tercium hidungku. Oh..inikah surga dunia… Tanpa sadar mulutku bergumam dan menceracau liar.

“Ouhmmm terushh.. terushh.. yang kerashhh..”

Aku menceracau dan menggoyang pantatku kian liar saat aku merasakan detik-detik menuju puncak.

“Putar, Bu…putarrrhh”

Kudengar pula Pak Marsan menggeram memberiku instruksi untuk memuaskan birahinya sambil meremas pantatku kian keras. Batang kemaluannya semakin keras menyodok liang kemaluanku yang sudah kian licin. Aku merasakan batang kemaluan Pak Marsan mulai berdenyut-denyut dalam jepitan liang kemaluanku.

Aku sendiri merasa semakin dekat mencapai orgasmeku yang kedua. Tubuhku serasa melayang. Mataku membeliak menahan nikmat yang amat sangat. Tubuh kami terus bergoyang dan beradu, sementara gaunku sudah basah oleh keringatku sendiri. Pak Marsan semakin keras dan liar menghunjamkan batang kemaluannya yang terjepit erat liang kemaluanku. Lalu tiba-tiba tubuhnya mengejat-ngejat dan mulutnya menggeram keras.

“Arghhh… terushhh, Buu… goyangghhhh… arghh…”

Batang kemaluannya yang terjepit erat dalam liang kemaluanku berdenyut kencang dan akhirnya aku merasakan adanya semprotan hangat di dalam tubuhku…

Serr.. serr.. serr…

Beberapa kali air mani Pak Marsan menyirami rahimku seolah menjadi pengobat dahaga liarku. Tubuhnya kian berkejat-kejat liar dan tangannya semakin keras mencengkeram pantatku hingga aku merasa agak sakit dibuatnya. Tapi aku tak peduli. Tubuhku pun seolah terkena aliran listrik yang dahsyat dan pantatku bergerak liar menyongsong hunjaman batang kemaluan Pak Marsan yang masih menyemprotkan sisa-sisa air maninya.

“Ouch… akhh.. terushh.. Pak Mar..sanhhh…”

Tanpa malu atau sungkan aku sudah meminta Pak Marsan untuk lebih kuat menggoyang pantatnya untuk menuntaskan dahagaku.

Akhirnya aku benar-benar terkapar. Tulang-belulangku serasa terlepas semua. Benar-benar lemas aku dibuat oleh Pak Marsan. Kami terdiam beberapa saat menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami peroleh.

Batang kemaluan Pak Marsan kurasakan mulai mengkerut dalam jepitan liang kemaluanku. Perlahan namun pasti akhirnya batang kemaluan itu terdorong keluar dan terkulai menempel di depan bibir kemaluanku yang basah oleh cairan kami berdua.

Gila, banyak sekali Pak Marsan mengeluarkan air maninya! Aku tahu itu karena banyaknya tumpahan air mani yang menetes dari lubang kemaluanku ke lantai ruang makan.

“Ibu benar-benar hebat… Saya jadi sayang Ibu…” bisik Pak Marsan di telingaku.

Aku hanya diam antara menyesal telah melakukan kesalahan lagi terhadap suamiku dan terpuaskan hasrat liarku. Ya, aku baru saja disetubuhi oleh seorang laki-laki yang bukan suamiku… Aku hanya bisa termenung memikirkan bahwa sejak hubunganku dengan Pak Sitor, betapa mudahnya kini aku menyerahkan diriku dan melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain.

Aaah…. tiba-tiba aku jadi sangat rindu dengan Pak Sitor… Ia benar-benar tahu cara memperlakukan dan membimbing seorang wanita. Sebagai pelampiasannya, kuremas tangan Pak Marsan yang sedang memeluk tubuh bugilku. Ia tentu tak tahu kalau aku sebetulnya sedang memikirkan lelaki lain. Pak Marsan dengan mesra lalu menciumi tengkuk dan telingaku.

Memang sejak Pak Sitor membuka mataku, aku jadi sangat menyukai seks… Aku pun mulai sadar bahwa untuk memuaskannya, sekarang aku jadi terbuka untuk melakukannya dengan laki-laki lain selain suamiku… Sangat luar biasa bahwa aku telah diajari untuk bersikap open-minded oleh seorang lelaki tua dari pedalaman yang tak berpendidikan seperti Pak Sitor.

“Su.. sudah, Pak… Nanti Mbok Sarmi bangun,” kulepas tangan Pak Marsan yang masih memelukku.

Aku berusaha melepaskan diri dari jepitan tubuh Pak Marsan yang kekar. Lalu aku meninggalkan Pak Marsan yang masih bugil dan lemas begitu saja untuk bergegas ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku. Sekali lagi aku mandi di malam yang dingin itu.

Di bawah pancuran air dingin, aku terdiam memikirkan lagi apa yang sudah terjadi barusan. Ada beban biologis besar yang rasanya terlepas dari dalam diriku. Pak Marsan sudah benar-benar mengeluarkannya dengan cara yang hebat… Di lain pihak, akal sehatku mulai kembali. Aku tahu aku telah kembali mengkhianati suamiku. Belum lagi memikirkan Pak Marsan sebagai bawahanku yang kini telah terlibat hubungan intim denganku… Sejenak aku merasa bingung dengan sikapku sekeluarnya dari kamar mandi nanti… Setelah termenung beberapa lama di bawah pancuran air, akhirnya aku memutuskan untuk bersikap setenang mungkin. Semuanya pasti bisa ditangani….

Aku keluar dari kamar mandi dengan mengenakan babydollku yang sebetulnya agak kotor kena keringat. Baru kusadari betapa kacaunya ruang makanku! Meja makanku sudah bergeser tak karuan. Sementara kulihat celana dalam nylonku terlempar ke sudut ruangan dekat kulkas. Pak Marsan masih membetulkan celana dinasnya.

“Bu, saya.. boleh numpang mandi, Bu…”

“Silakan, Pak.. Handuknya ada di dalam.”

Aku mengambil kain pel dan membersihkan cairan sisa-sisa persenggamaanku dengan Pak Marsan yang berceceran di lantai. Sementara itu Pak Marsan mandi di kamar mandi yang baru saja kupakai.

Permainan Kedua

Aku masih mengepel cairan sisa-sisa perjuangan kami tadi yang masih menempel di lantai. Tanpa kusadari tiba-tiba Pak Marsan yang hanya mengenakan handuk memelukku lagi dari belakang.

Gila! Orang ini benar-benar bernafsu kuda!! Tubuhku diangkatnya dan hendak dibawa masuk ke kamar mandi.

“Jangan di situ, Pak…” bisikku. “Aku tidak mau bersetubuh di lantai kamar mandi yang dingin! Bisa-bisa masuk angin nanti!”

“Ke kamar tidur depan aja, Pak…”

Aku tahu tak mungkin aku menolak keinginan Pak Marsan! Apalagi aku juga menyukainya. Jadi aku menurut saja saat ia ingin menyetubuhiku lagi…

Akhirnya tubuhku dibopong ke kamar tidur depan yang memang khusus untuk tamu bila ada yang menginap. Kamar tamuku fasilitasnya komplit sesuai standar rumah berkelas. Kamar tamuku dilengkapi tempat tidur springbed, dan kamar mandi di dalam, serta AC!

Setelah menutup pintu kamar dengan kakinya, Pak Marsan menurunkan tubuhku di lantai dan bibirnya mulai mencari-cari bibirku.

Aku diam saja saat bibirnya menyedot-nyedot bibirku. Kumisnya yang tebal terasa geli mengais-ngais hidungku. Aku semakin geli saat lidahnya berusaha menyusup ke dalam mulutku dan mengais-ngasi didalamnya. Tanpa sadar lidahku ikut menyambut lidah Pak Marsan yang mendesak-desak dalam mulutku. Akhirnya kami saling pagut dengan liar dan menggelora.

Aku sudah tak peduli kalau Pak Marsan itu adalah anak buahku. Yang kutahu adalah nafsuku mulai bangkit lagi. Apalagi tangan Pak Marsan mulai menyingkap gaun baby dollku ke atas dan melepaskannya melalui kepalaku hingga aku telanjang bulat di depannya! Gila aku telah telanjang bulat di depan anak buahku sendiri!! Aku memang belum sempat memakai celana dalam dan BH setelah mandi tadi. Lalu dengan sekali tarik Pak Marsan melepas handuk yang melilit di pinggangnya hingga ia juga telanjang bulat di depanku!

Benar dugaanku! Ternyata batang kemaluannya berwarna hitam dengan rambut yang sangat lebat. Topi bajanya tampak mengkilat dan mengacung ke atas dengan gagahnya! Mungkin bila dijajarkan dengan pentungan yang biasa dibawanya ukurannya sedikit lebih besar!! Makanya tadi kurasakan betapa sempitnya liang vaginaku menjepit benda itu!! Aku jadi tak merasa rugi menyerahkan tubuhku padanya…

Aku tidak sempat berlama-lama melihat pemandangan itu, karena sekali lagi Pak Marsan menyergapku. Mulutnya dengan ganas melumat bibirku sementara tangannya memeluk erat tubuh telanjangku. Aku merasa kegelian saat tangannya meremas-remas pantatku yang telanjang. Aku semakin menggelinjang saat bibirnya mulai turun ke leher dan terus ke dua buah dadaku yang padat menjadi sasaran mulutnya yang bergairah!

Gila.. Liar dan panas! Itulah yang dapat kugambarkan. Betapa tidak! Pak Marsan mencumbuku dengan semangat yang begitu bergelora seolah-oleh harimau lapar menemukan daging! Agak sakit tapi nikmat saat kedua buah dadaku secara bergantian digigit dan disedot dengan liar oleh mulut Pak Marsan.

Tanganku pun dibimbing Pak Marsan untuk dipegangkan ke batang kemaluannya yang tegak menjulang.

“Ouch… shhh… enakhhh..”

Mulutku tak sadar berbicara saat lidah Pak Marsan yang panas dengan liar mempermainkan puting payudaraku yang sudah mengeras. Sambil masih tetap memeluk tubuhku dan menciumi payudaraku, Pak Marsan duduk di pinggir tempat tidur.

Dilepaskannya mulutnya dari payudaraku dan kembali diciuminya bibirku dengan ganasnya. Aku jadi terjongkok didepan tubuh telanjang Pak Marsan yang sudah duduk di pembaringan, aku jadi berdiri di atas kedua lututku. Payudaraku yang kencang menjepit batang kemaluan Pak Marsan yang hitam dan keras itu!

“Hhh…sssshh”

Pak Marsan mendesis saat batang kemaluannya yang besar dan hitam itu terjepit payudaraku. Dipeluknya tubuhku dengan semakin ketat dan ditekankannya hingga payudaraku semakin erat menjepit batang kemaluannya. Aku merasa kegelian saat bulu-bulu kemaluan Pak Marsan yang sangat lebat menggesek-gesek pangkal payudaraku. Apalagi batang kemaluannya yang keras terjepit di tengah belahan kedua buah payudaraku, hal ini menimbulkan sensasi yang lain daripada yang lain.

Aku tidak sempat berlama-lama merasakan sensasi itu saat tangan Pak Marsan yang kokoh menekan kepalaku ke bawah. Diarahkannya kepalaku ke arah kemaluannya, sementara tangan satunya memegang batang kemaluannya yang berdiri gagah di depan wajahku. Aku tahu ia menginginkan aku untuk mengulum batang kemaluannya.

Tanpa perasaan malu lagi kubuka mulutku dan kujilati batang kemaluan Pak Marsan yang mengkilat. Gila besar sekali!! Mulutku hampir tidak muat dimasuki benda itu.

“Arghh..ter..terushhh, Buu…”

Mulut Pak Marsan mengoceh tak karuan saat kumasukkan batang kemaluannya yang sangat besar itu ke dalam mulutku. Kujilati lubang di ujung kemaluannya hingga ia mendesis-desis seperti orang kepedasan. Sementara itu, kedua tangan Pak Marsan terus memegangi kepalaku seolah takut aku akan menarik kepalaku dari selangkangannya.

Setelah beberapa lama, dengan halus kubelai tangan Pak Marsan dan kulepaskan cengkeramannya dari kepalaku. Setelah itu, sambil mulut dan tanganku terus bekerja memanjakan penisnya, mataku senantiasa menatap mata Pak Marsan. Sesekali aku pun melempar senyum manisku padanya jika mulutku sedang tak dipenuhi oleh alat vitalnya. Dengan begitu, aku seolah ingin mengatakan padanya.

“Jangan khawatir. Aku tak akan menjauhkan kepalaku dari selangkanganmu. Aku akan terus memanjakan penismu yang besar dan indah ini dengan mulut dan kedua tanganku….”

Pak Marsan pun jadi lebih santai dan menikmati pekerjaanku yang kulakukan dengan penuh ketulusan.

Tidak puas bermain-main dengan batang kemaluannya saja, mulutku lalu bergeser ke bawah menyusuri guratan urat yang memanjang dari ujung kepala kemaluan Pak Marsan hingga ke pangkalnya. Pak Marsan semakin blingsatan menerima layananku! Tubuhnya semakin liar bergerak saat bibirku menyedot kedua biji telor Pak Marsan secara bergantian.

“Ib.. Ibu.. heb..bathh… ohhh… sssshh.. akhhh…”

Aku semakin nakal, bibirku tidak hanya menyedot kantung zakarnya melainkan lidahku sesekali mengais-ngais anus Pak Marsan yang ditumbuhi rambut. Pak Marsan semakin membuka kakinya lebar-lebar agar aku lebih leluasa memuaskannya.

Aku tahu aku telah bertindak sangat gila. Aku yakin telah mengalahkan pelacur yang manapun saat memberikan layanan kepada pelanggannya. Seorang pelacur bahkan dibayar untuk melakukan itu semua. Sedangkan aku memberikannya secara gratis kepada Pak Marsan! Aku yakin Pak Marsan pun belum pernah mendapatkan layanan istimewa ini dari wanita manapun, termasuk dari istrinya… Pastilah ini karena rasa horny yang telah menyelimuti sekujur tubuhku!

Beberapa saat kemudian tubuhku ditarik Pak Marsan dan dilemparkannya ke tempat tidur.

Aku masih tengkurap saat tubuh telanjangku ditindih tubuh telanjang Pak Marsan. Kakiku dibentangkannya lebar-lebar dengan kakinya. Otomatis batang kemaluannya kini terjepit antara perutnya sendiri dan pantatku. Ditekannya pantatnya hingga batang kemaluannya semakin ketat menempel di belahan pantatku.

Tubuhku menggelinjang hebat saat lidahnya kembali menyusuri tulang belakangku dari leher terus turun ke punggung dan turun lagi ke arah pantatku.

Tanpa rasa jijik sedikitpun, lidah Pak Marsan kini mempermainkan lubang anusku. Aku merasakan kegelian yang amat sangat tetapi aku tidak dapat bergerak karena pantatku ditekannya kuat-kuat. Aku hanya pasrah dan menikmati gairahnya…

Aku tahu Pak Marsan melakukan itu karena aku pun telah melakukan hal yang sama padanya barusan. Aku sama sekali tak mengharapkan balas budi seperti itu, tapi tentu saja aku sangat berterima kasih pada Pak Marsan karena aku pun kini dapat menikmatinya.

Seluruh tubuhku dijilatinya tanpa terlewatkan seincipun. Dari lubang anus, lidahnya menjalar ke bawah pahaku terus ke lutut dan akhirnya seluruh ujung jariku dikulumnya. Benar-benar gila!! Rasa geli dan nikmat berbaur menjadi satu.

Setelah puas melumat seluruh jari kakiku, Pak Marsan membalikkan tubuh telanjangku hingga kini aku terlentang di tempat tidur. Kakiku dibentangkannya lebar-lebar dan ia sekali lagi menindihku. Kali ini posisi kami saling berhadap-hadapan dengan tubuhku ditindih tubuh kekarnya.

Lidahnya kembali bergerak liar menjilati tubuhku. Sasarannya kali ini adalah daerah sensitif di belakang leherku. Aku menggelinjang kegelian. Bibir Pak Marsan dengan ganasnya menyedot-nyedot daerah itu.

“Jang..jang..an dimerah ya, Pak…” erangku memohon padanya.

Tentu saja aku tidak mau disedot sampai merah soalnya besok pasti orang sekantor pada ribut.

“Tidak.. Bu…. saya cuma gemasss!!” desis Pak Marsan sambil tetap menjilati bagian belakang telingaku.

“Tapi kalo di sini boleh kan?” katanya nakal sambil tiba-tiba menyedot payudaraku.

“Aaaauuwwww…..” jeritku terkejut karena gerakannya yang tiba-tiba.

Rupanya Pak Marsan dengan sengaja meninggalkan cupangan merah yang banyak di seputar kedua payudaraku. Tingkah lakunya seperti ingin menandai bahwa tubuhku sekarang telah jadi miliknya juga… Aku kegelian dan semakin bertambah horny karena aksinya itu. Aku hanya bisa berharap agar semua cupang itu telah hilang saat Bang Ikhsan pulang nanti.

Sementara itu tangannya terus bergerak liar meremas payudaraku bergantian. Aku semakin mendesis liar saat mulut Pak Marsan dengan liar dan gemas menyedot payudaraku bergantian. Kedua puting payudaraku dipermainkan oleh lidahnya yang panas sementara tangannya bergerak turun ke bawah dan mulai bermain-main di selangkanganku yang sudah basah. Liang vaginaku berdenyut-denyut karena terangsang hebat, saat jari-jari tangan Pak Marsan menguak labia mayoraku dan menggesek-gesekkan jarinya di dinding lubang kemaluanku yang sudah semakin licin.

Sensasi hebat kembali menderaku saat dengan liar mulut Pak Marsan menggigit-gigit perut bagian bawahku yang masih rata. Perutku memang rata karena aku rajin berlatih kebugaran selain itu aku belum mempunyai anak hingga tubuhku masih sempurna.

“Akhh.. Pak…ouchh..” Aku mendesis saat bibir Pak Marsan menelusuri gundukan bukit kemaluanku.

Lidahnya menyapu-nyapu celah di selangkanganku dari atas ke bawah hingga dekat lubang anusku. Lidahnya terus bergerak liar seolah tak ingin melewatkan apa yang ada di sana.

Tubuhku tersentak saat lidah Pak Marsan yang panas menyusup ke dalam liang kemaluanku dan menyapu-nyapu dinding kemaluanku. Kakiku dibentangkannya lebar-lebar hingga wajah Pak Marsan bebas menempel gundukan kemaluanku. Rasa geli yang tak terhingga menderaku. Apalagi kumisnya yang tebal kadang ikut menggesek dinding lubang kemaluanku membuat aku semakin kelabakan.

Tubuhku serasa kejang karena kegelian saat wajah Pak Marsan dengan giat menggesek-gesek bukit kemaluanku yang terbuka lebar. Perutku serasa kaku dan mataku terbeliak lebar. Kugigit bibirku sendiri karena menahan nikmat yang amat sangat.

“Akhhh Pakk…Marsannhh…ak..ku..ohhhh…”

Aku tak kuasa meneruskan kata kataku karena aku sudah keburu orgasme saat lidah Pak Marsan dengan liar menggesek-gesek kelentitku. Tubuhku seolah terhempas dalam nikmat. Aku tak bisa bergerak karena kedua pahaku ditindih lengan Pak Marsan yang kokoh.

Tubuhku masih terasa lemas dan seolah tak bertulang saat kedua kakiku ditarik Pak Marsan hingga pantatku berada di tepi tempat tidur dan kedua kakiku menjuntai ke lantai. Pak Marsan lalu menguakkan kedua kakiku dan memposisikan dirinya di tengah-tengahnya.

Sejenak ia tersenyum menatapku yang masih terengah-engah tak berdaya di bawahnya. Sebuah senyum kemenangan karena ia telah berhasil mengalahkanku satu ronde! Aku pun tentu saja sangat senang diperlakukan seperti itu oleh seorang laki-laki. Maka aku pasrah saja membiarkannya berbuat apa pun yang disukainya untuk melampiaskan nafsunya pada diriku sekarang.

Kemudian ia mencucukkan batang kemaluannya yang sudah sangat keras ke bibir kemaluanku yang sudah sangat basah karena cairanku sendiri.

Aku menahan napas saat Pak Marsan mendorong pantatnya hingga ujung kemaluannya mulai menerobos masuk ke dalam jepitan liang kemaluanku. Seinci demi seinci, batang kemaluan Pak Marsan mulai melesak ke dalam jepitan liang kemaluanku. Aku menggoyangkan pantatku untuk membantu memudahkan penetrasinya.

Rupanya Pak Marsan sangat berpengalaman dalam hal seks. Hal ini terbukti bahwa ia tidak terburu-buru melesakkan seluruh batang kemaluannya tetapi dilakukannya secara bertahap dengan diselingi gesekan-gesekan kecil ditarik sedikit lalu didorong maju lagi hingga tanpa terasa seluruh batang kemaluannya sudah terbenam seluruhnya ke dalam liang kemaluanku.

Kami terdiam beberapa saat untuk menikmati kebersamaan menyatunya tubuh kami.

Kami bisa melihat saat-saat yang indah itu secara utuh melalui cermin besar yang ada di kamar tidur tamu. Tiba-tiba aku melihat bahwa kami adalah pasangan yang sangat serasi. Terlihat tubuh Pak Marsan yang bugil memiliki otot-otot yang keras dengan kulit yang berwarna gelap. Tubuhku yang bugil pun terlihat bagus dengan kulit yang putih dan otot-otot yang kencang karena sering berolah raga secara teratur. Kami betul-betul terlihat sangat serasi. Karena itu, kupikir Pak Marsan benar-benar berhak atas tubuhku dan demikian pula sebaliknya.

Mungkin hanya status sosial dan status pernikahan kami masing-masing yang tak memungkinkan kami untuk menjadi sepasang suami istri. Tapi sepanjang kami dapat menikmati persetubuhan ini dengan leluasa, rasanya tak ada masalah.

Bibir Pak Marsan memagut bibirku dan akupun membalas tak kalah liarnya. Aku merasakan betapa batang kemaluan Pak Marsan yang terjepit dalam liang kemaluanku mengedut-ngedut.

Kami saling berpandangan dan tersenyum mesra. Tubuhku tersentak saat tiba-tiba Pak Marsan menarik batang kemaluannya dari jepitan liang kemaluanku.

“Akhh..” aku menjerit tertahan. Rupanya Pak Marsan nakal juga!!

“Enak, Bu..?” bisiknya.

“Kamu nakal Pak Marsanhhh…ohhh…”

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Pak Marsan mendorong kembali pantatnya kuat-kuat hingga seolah-olah ujung kemaluannya menumbuk dinding rahimku di dalam sana.

Aku tidak diberinya kesempatan untuk bicara. Bibirku kembali dilumatnya sementara kemaluanku digenjot lagi dengan tusukan-tusukan nikmat dari batang kemaluannya yang besar, sangat besar untuk ukuran orang Indonesia.

Setelah puas melumat bibirku, kini giliran payudaraku yang dijadikan sasaran lumatan bibir Pak Marsan. Kedua puting payudaraku kembali dijadikan bulan-bulanan lidah dan mulut Pak Marsan. Pantas tubuhnya kekar begini habis neteknya sangat bernafsu sampai-sampai mengalahkan anak kecil!!

Tubuhku mulai mengejang… Gawat, aku hampir orgasme lagi. Kulihat Pak Marsan masih belum apa-apa!! Ini tidak boleh dibiarkan… pikirku. Aku paling suka kalau posisi di atas sehingga saat orgasme bisa full sensation. Lalu tanpa rasa malu lagi kubisikkan sesuatu di telinga Pak Marsan.

“Giliran aku di atas, Sayang….”

Gila…! Aku sudah mulai sayang-sayangan dengan satpam di kantorku!

Pak Marsan meluluskan permintaanku dan menghentikan tusukan-tusukannya. Lalu tanpa melepaskan batang kemaluannya dari jepitan liang kemaluanku, ia menggulingkan tubuhnya ke samping. Kini aku sudah berada di atas tubuhnya.

Aku sedikit berjongkok dengan kedua kakiku di sisi pinggulnya. Kemudian perlahan-lahan aku mulai menggoyangkan pantatku. Mula-mula gerakanku maju mundur lalu berputar seperti layaknya bermain hula hop. Kulihat mata Pak Marsan mulai membeliak saat batang kemaluannya yang terjepit dalam liang kemaluanku kuputar dan kugoyang. Pantat Pak Marsan pun ikut bergoyang mengikuti iramaku.

“Shhh… oughh… terushh.. Buuu… arghhhh…!”

Pak Marsan mulai menggeram. Tangannya yang kokoh mencengkeram kedua pantatku dan ikut membantu menggoyangnya.

Gerakan kami semakin liar. Napas kami pun semakin menderu seolah menyaingi gemuruh hujan yang masih turun di luar sana. Cengkeraman Pak Marsan semakin kuat menekan pantatku hingga aku terduduk di atas kemaluannya. Kelentitku semakin kuat tergesek batang kemaluannya hingga aku tak dapat menahan diri lagi.

Tubuhku bergerak semakin liar dan kepalaku tersentak ke belakang saat puncak orgasmeku untuk yang kesekian kalinya tercapai. Tubuhku mengejat-ngejat di atas perut Pak Marsan. Ada semacam arus listrik yang menjalar dari ujung kaki hingga ke ubun-ubun.

“Akhh… ohhh… ter..rushhh, Pakkkkk… ohhh…”

Aku menjerit melepas orgasmeku meminta Pak Marsan untuk semakin kuat memutar pantatnya. Akhirnya aku benar-benar ambruk di atas perut Pak Marsan. Tulang belulangku seperti dilolosi. Tubuhku lemas tak bertenaga. Napasku ngos-ngosan seperti habis mengangkat beban yang begitu berat.

Aku hanya pasrah saat Pak Marsan yang belum orgasme mengangkat tubuhku dan membalikkannya. Ia mengganjal perutku dengan beberapa bantal hingga aku seperti tengkurap di atas bantal. Kemudian Pak Marsan menempatkan diri di belakangku. Dicucukkannya batang kemaluannya di belahan kemaluanku dari belakang. Rupanya ia paling menyukai doggy style.

Setelah tepat sasaran, Pak Marsan mulai menekan pantatnya hingga batang kemaluannya amblas tertelan lubang kemaluanku. Ia diam beberapa saat untuk menikmati sensasi indahnya jepitan liang kemaluanku. Dengan bertumpu pada kedua lututnya, Pak Marsan mulai menggenjot lubang kemaluanku dari arah belakang.

Kembali terdengar suara tepukan beradunya pantatku dengan tulang kemaluan Pak Marsan yang semakin lama semakin cepat mengayunkan pantatnya maju mundur. Kurang puas dengan jepitan liang kemaluanku, kedua pahaku yang terbuka dikatupkannya hingga kedua kakiku berada diantara kedua paha Pak Marsan.

Kembali ia mengayunkan pantatnya maju mundur. Aku merasakan betapa jepitan liang kemaluanku kian erat menjepit kemaluannya. Aku bermaksud menggerakkan pantatku mengikuti gerakannya, tetapi tekanan tangannya terlalu kuat untuk kulawan hingga aku pasrah saja.

Aku benar-benar dibawah penguasaannya secara total. Tempat tidurku ikut bergoyang seiring dengan ayunan batang kemaluan Pak Marsan yang menghunjam ke dalam liang kemaluanku.

Nafsuku mulai terbangkit lagi. Perlahan-lahan gairahku meningkat saat batang kemaluan Pak Marsan menggesek-gesek kelentitku.

“Ugh..ugh..uhhh…”

Terdengar suara Pak Marsan mendengus saat memacu menggerakkan pantatnya menghunjamkan kemaluannya.

“Terushhh… terushh, Pak… terushhh… ahhh…”

Kembali tubuhku bergetar melepas orgasmeku.

Kepalaku terdongak ke belakang, sementara Pak Marsan tetap menggerakkan kemaluannya dalam jepitian liang kemaluanku. Kini tubuhnya sepenuhnya menindihku. Kepalaku yang terdongak ke belakang didekapnya dan dilumatnya bibirku sambil tetap menggoyangkan pantatnya maju mundur. Aku yang sedikit terbebas dari tekanannya ikut memutar pantatku untuk meraih kenikmatan lebih banyak.

Kami terus bergerak sambil saling berpagutan bibir dan saling mendorong lidah kami. Entah sudah berapa kali aku mencapai orgasme selama bersetubuh dengan Pak Marsan ini. Hebatnya ia baru sekali mengalami ejakulasi saat persetubuhan pertama tadi.

Tubuhku terasa loyo sekali. Aku sudah tidak mampu bergerak lagi. Pak Marsan melepaskan batang kemaluannya dari jepitan kemaluanku dan mengangkat tubuhku hingga posisi terlentang.

Aku sudah pasrah. Dibentangkannya kedua pahaku lebar-lebar lalu kembali Pak Marsan menindihku.

Lubang kemaluanku yang sudah sangat licin disekanya dengan handuk kecil yang ada di tempat tidur. Kemudian ia kembali menusukkan batang kemaluannya ke bibir kemaluanku. Perlahan namun pasti, seperti gayanya tadi dikocoknya batang kemaluannya hingga sedikit demi sedikit kembali terbenam dalam kehangatan liang kemaluanku. Tubuh kami yang sudah basah oleh peluh kembali bergumul.

“Pak Marsan..hebatthhh..” bisikku.

“Biasa, Bu.. kalau ronde kedua saya suka susah keluarnya…” demikian kilahnya.

Namun kami tidak dapat berbicara lagi karena lagi-lagi bibir Pak Marsan sudah melumat bibirku dengan ganasnya. Lidah kami saling dorong-mendorong sementara pantat Pak Marsan kembali menggenjotku sekuat-kuatnya hingga tubuhku timbul tenggelam dalam busa springbed yang kami gunakan.

Kulihat tonjolan urat di kening Pak Marsan semakin jelas menunjukkan napsunya sudah mulai meningkat. Napas Pak Marsan semakin mendengus seperti kerbau gila. Aku yang sudah lemas tak mampu lagi mengimbangi gerakan Pak Marsan.

“Ugh… ughh… uhhhh…”

Dengus napasnya semakin bergemuruh terdengar di telingaku. Bibirnya semakin ketat melumat bibirku. Lalu kedua tangan Pak Marsan menopang pantatku dan menggenjot lubang kemaluanku dengan tusukan-tusukan batang kemaluannya. Aku tahu sebentar lagi ia akan sampai. Aku pun menggerakkan pantatku dengan sisa-sisa tenagaku. Benar saja, tiba-tiba ia menggigit bibirku dan menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam ke dalam liang kemaluanku.

Crrt… crrtt.. cratt… crattt.. crrat… Ada lima kali mungkin ia menyemprotkan spermanya ke dalam rahimku. Ia masih bergerak beberapa saat seperti berkelojotan, lalu ambruk di atas perutku. Aku yang sudah kehabisan tenaga tak mampu bergerak lagi.

Kami tetap berpelukan menuntaskan rasa nikmat yang baru kami raih. Batang kemaluan Pak Marsan yang masih kencang tetap menancap ke dalam liang kemaluanku. Keringat kami melebur menjadi satu. Akhirnya kami tertidur sambil tetap berpelukan dengan batang kemaluan Pak Marsan tetap tertancap dalam liang kemaluanku.

Paginya kami sempat bersetubuh lagi sebelum Pak Marsan pulang kembali ke kantor.

Kami sepakat bahwa kami akan berlaku wajar seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara kami.

Mulai Saling Merindu

Sudah hampir dua bulan sejak persetubuhanku dengan Pak Marsan kami tidak melakukannya lagi. Hal ini disebabkan karena suamiku selalu ada di rumah. Di samping itu, aku juga sempat dinas luar sehingga tidak ada kesempatan bertemu secara bebas. Lama-lama aku merasa kangen juga dengan tongkat Pak Marsan. Aku sudah merindukan keliarannya, bau keringatnya dan juga kejantanannya.

Akhirnya kesempatan yang kutunggu-tunggu datang juga. Itulah yang namanya rezeki, tidak perlu dikejar dan tidak dapat pula ditolak. Kalau sudah waktunya pasti akan datang dengan sendirinya.

Hari itu hari Sabtu jadi kantor libur. Kebetulan pula suamiku sedang seminar di Pekanbaru dan

pulang Minggu sore. Karena suntuk di rumah, aku mencoba datang ke kantor. Siapa tahu ketemu

Pak Marsan.

Sesampai di kantor, ternyata dia tidak ada. Selidik punya selidik ternyata Pak Marsan sedang mengambil cuti tahunan, jadi ia libur selama satu minggu.

Terdorong kerinduanku, aku memberanikan diri mendatangi rumahnya. Toh aku sudah biasa datang ke sana dan sudah kenal baik dengan istrinya. Setelah membeli biskuit dan gula serta susu buat bayinya, aku meluncur ke rumahnya yang kalau kutempuh dari kantor kira-kira memakan waktu 45 menit. Lumayan jauh.

Suasana tampak sepi saat mobilku memasuki halaman rumah Pak Marsan yang sudah sangat kukenal. Aku mengenal seluk beluk rumah itu, seluruh penghuninya dan tetangganya karena aku memang sering datang ke situ.

Setelah memarkir mobilku di samping rumahnya, aku mencoba memanggil-manggil si penghuni rumah.

“Yu…yu Sarni… ini aku Reni…”

Berulang-ulang kupanggil nama istri Pak Marsan, namun tidak ada jawaban. Rumah tidak terkunci namun tidak ada orang.

Aku lalu memutuskan untuk memutar ke belakang rumah siapa tahu mereka berada di kebun belakang rumah. Tetapi tidak ada orang satu pun di kebun belakang rumah.

Sayup-sayup kudengar suara berkecipak air di kamar mandi yang terletak di sudut belakang rumah Pak Marsan. Jangan berpikiran kalau kamar mandi di perkampungan sama seperti di kota-kota. Kamar mandi milik Pak Marsan hanya dibatasi anyaman bambu tanpa atap, sehingga bila hujan selalu kehujanan dan kalau panas selalu kepanasan. Untungnya lokasinya berada di bawah pohon rambutan sehingga agak terlindung dari panas.

Kudengar suara parau mendendangkan lagu dangdut yang tidak begitu kukenal. Aku memang tidak suka sama musik dangdut jadi kurang begitu kenal dengan lagu yang dinyanyikan dengan suara fals itu. Itu suara Pak Marsan yang sangat kukenal di telingaku.

Dengan rasa iseng kuintip Pak Marsan yang sedang mandi lewat celah-celah anyaman bambu yang agak longgar. Kulihat tubuh Pak Marsan yang kekar nampak mengkilat terkena busa sabun. Batang kemaluannya yang besar tampak menggantung dipenuhi busa sabun dan kelihatan lucu, seperti badut. Batang kemaluannya bergoyang-goyang seperti jam dinding kuno seiring dengan gerakan Pak Marsan yang menyabuni tubuhnya.

Pak Marsan yang hanya berbalut handuk tampak kaget melihatku sudah duduk di bangku panjang yang terletak di beranda belakang rumahnya.

“Lho… Bu Reni… Sudah lama datangnya?”

Ia melongo seolah tak percaya dengan kedatanganku.

“Enggak, baru saja sampai kok. Orang-orang pada kemana, kok sepi?”

“Em.. anu, Bu Sarni sedang ke Jawa menengok ibunya. Katanya ibunya kangen sama cucunya.”

“Lho kok enggak bareng sama Pak Marsan?”

“Enggak, soalnya biar irit ongkosnya, Bu. Silahkan masuk, Bu…”

Aku pun masuk ke rumah melalui dapur dengan diiringi Pak Marsan. Begitu pintu ditutup, Pak Marsan langsung memeluk tubuhku dari belakang. Diciuminya tengkukku dengan ganas seperti biasanya.

“Saya.. kangen sama Bu Reni…” bisiknya di telingaku.

Aku sendiri juga kangen dengan Pak Marsan. Kangen dengan cumbuannya dan kangen dengan tongkatnya, tetapi aku tetap berpura-pura menjaga wibawaku.

“Ahh… Pak Marsan bisa saja… Kan sudah ada Yu Sarni…”

“Memang sih… tapi benar saya kangen sama Ibu…”

Tangannya yang terampil segera melepas blazerku dan melemparkannya ke kursi. Mulutnya tak henti-hentinya menciumi tengkukku hingga membuatku menggerinjal karena geli. Ia tahu benar kelemahanku. Dijilatinya daerah belakang telingaku lalu tangannya melepas kancing baju atasanku satu demi satu dan dilemparkannya ke kursi tempat ia melempar blazerku tadi.

Begitu punggungku terbuka, dengan serta merta dicumbunya punggungku dengan jilatan-jilatan dan gigitan-gigitannya yang membuatku kangen. Kemudian dengan mulutnya digigitnya kaitan bra ku hingga terlepas. Tangannya yang kekar menyusup ke dalam kutangku dan meremas isinya yang penuh. Jari-jarinya dengan lincah memainkan kedua puting payudaraku.

Setelah puas, dilepasnya kutangku dan dilemparkannya jadi satu dengan blazerku tadi. Kini aku hanya mengenakan celana panjang sementara tubuh atasku sudah terbuka sama sekali.

Jilatan lidah Pak Marsan terus merangsek seluruh punggungku dengan ganas. Seolah-olah orang yang sedang kelaparan mendapatkan makanan lezat. Kumisnya yang tebal terasa geli menggesek-gesek kulit punggungku.

“Jangan di sini, Pak Marsan…hhh…”

Aku yang sudah mulai terangsang masih mampu menahan diri untuk tidak disetubuhi di ruang tengah yang agak terbuka.

Tanpa banyak bicara didorongnya tubuhku masuk ke kamar satu-satunya yang ada di rumah itu. Di situ tidak ada tempat tidur seperti di rumahku. Yang ada hanya kasur yang sudah agak kumal yang terhampar di lantai yang dilapisi karpet plastik serta lemari pakaian plastik di dekatnya. Tubuhku didorong hingga punggungku memepet tembok tanpa plester di kamarnya. Kali ini bibirku langsung disosornya dengan ganas. Dilumatnya bibirku dan disisipkannya lidahnya masuk ke dalam mulutku mencari-cari lidahku.

Aku semakin gelagapan mendapatkan serangan-serangannya. Apalagi kedua payudaraku diremas-remas dengan ganas oleh tangannya yang kasar. Bibirnya mulai merayap turun dari bibirku ke dagu lalu leherku dijilat-jilatnya dengan ganas. Aku semakin menggelinjang. Napasnya yang mendengus-dengus menerpa kulit leherku membuat seluruh bulu romaku berdiri. Dari leher bibirnya terus turun ke bawah dan berhenti di dadaku. Sekarang giliran payudaraku yang dijadikan bulan-bulanan serbuan bibirnya. Kumisnya terasa geli menyentuh dan mengilik-ngilik payudaraku. Aku merasa semakin terangsang dengan ulahnya itu.

Dengan masih berdiri memepet tembok, celanaku dilucuti oleh tangan terampil Pak Marsan. Aku membantunya melepas celana panjangku dengan mengangkat kaki dan menendang jauh-jauh. Tanganku pun tak tinggal diam, kutarik handuk yang melilit di pinggang Pak Marsan hingga ia telanjang bulat didepanku. Rupanya ia tidak mengenakan celana dalam!! Batang kemaluannya yang panjang, besar dan berwarna hitam gagah nampak tegak berdiri. Benar-benar jantan kelihatannya.

Tanpa disuruh, tanganku pun segera menggenggam batang kemaluannya dan meremas serta mengurutnya.

“Oughhh…terushh, Bu…”

Pak Marsan mendengus keenakan saat kuremas-remas batang kemaluannya yang membuat aku tergila-gila.

“Akhhh…ouchh….”

Kini giliranku yang mendesis kenikmatan saat kurasakan tangan Pak Marsan menyusup ke dalam celana dalamku dan meremas-remas gundukan kemaluanku yang sudah basah. Tidak Cuma itu… jarinya mengorek-ngorek ke dalam celah vaginaku dan mempermainkan tonjolan kecil di celah vaginaku. Aku semakin liar bergoyang saat jari-jari Pak Marsan semakin masuk ke dalam liang vaginaku. Rasanya liang vaginaku semakin basah oleh cairan akibat rangsangannya itu.

Aku agak kecewa saat tiba-tiba ia menghentikan rangsangan di selangkanganku. Tangannya kini bergerak ke belakang dan meremas buah pantatku. Sementara itu mulutnya terus turun ke arah perutku dan lidahnya mengosek-ngosek pusarku membuat aku kembali terangsang hebat. Tiba-tiba Pak Marsan melepaskan tanganku dari batang kemaluannya dan bersimpuh di depanku yang masih berdiri. Serta-merta digigitnya celana dalamku dan ditarik dengan giginya ke bawah hingga teronggok di pergelangan kakiku. Aku membantunya melepaskan satu-satunya penutup tubuhku dan menendangnya jauh-jauh.

Kini mulut Pak Marsan sibuk menggigit dan menjilat daerah selangkanganku. Dikuakkannya kakiku lebar-lebar hingga ia lebih leluasa menggarap selangkanganku. Dengan bersimpuh Pak Marsan mulai menjilati labia mayoraku sementara tangannya meremas pantatku dan menekannya ke depan hingga wajahnya lebih ketat menyuruk ke bukit kemaluanku.

“Akhh. Terushhh..ohhh..”

Aku hanya bisa merintih sat lidah Pak Marsan menyeruak ke dalam liang kemaluanku yang sudah sangat licin. Ditekankannya wajahnya ke selangkanganku hingga lidahnya semakin dalam menyeruak ke dalam liang kemaluanku. Aku semakin menggelinjang saat lidah Pak Marsan dengan nakalnya mempermainkan kelentitku. Sesekali ia menyedot kelentitku dan mengosek-kosek kelentitku dengan lidahnya. Gila… tubuhku mulai mengejang dan perutku seakan-akan diaduk-aduk karena harus menahan kenikmatan.

Pak Marsan sudah tidak peduli dengan keadaanku yang kepayahan menahan nikmat. Lidahnya bahkan semakin liar mempermainkan tonjolan di ujung atas liang vaginaku. Akhirnya aku tak mampu menahan gempuran badai birahi yang melandaku. Tubuhku berkelojotan. Mataku membeliak menahan nikmat yang amat sangat. Tubuhku melayang…

“Akhhh….terr..ushhhh…”

Tubuhku terus berkejat-kejat sampai titik puncaknya dan kurasakan ada sesuatu yang meledak di dalam sana. Tubuhku melemas seolah tak bertenaga. Aku hanya bersandar dengan lemas ke dinding kamar tanpa mampu bergerak lagi.

Pak Marsan lalu berdiri di hadapanku.

“Bagaimana, Bu..?” bisiknya di telingaku.

“Ohh..luar biasa..Pak Marsan hebbb …bathh,” desahku.

Masih dengan posisi berdiri dengan aku menyandar dinding, Pak Marsan menyergap bibirku lagi. Pak Marsan menempatkan dirinya di antara kedua pahaku yang terbuka lalu dicucukkannya batang kemaluannya ke lubang kemaluanku yang sudah sangat basah. Dengan tangannya Pak Marsan menggosok-gosokkan kepala kemaluannya ke lubang kemaluanku. Tubuhku kembali bergetar. Aku mulai terangsang lagi, saat kepala kemaluan Pak Marsan menggesek-gesek tonjolan kecil di lubang kemaluanku.

Dengan perlahan Pak Marsan mendorong pantatnya ke depan hingga batang kemaluannya menyeruak ke dalam liang kemaluanku.

“Hmmhh…”

Hampir bersamaan kami mendengus saat batang kemaluan Pak Marsan menerobos liang kemaluanku dan menggesek dinding liang vaginaku yang sudah sangat licin. Lidah kami saling bertaut, saling mendorong dan saling melumat. Tubuhku tersentak-sentak mengikuti hentakan dorongan pantat Pak Marsan. Pak Marsan terus menekan dan mendorong pantatnya menghunjamkan batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku dengan posisi berdiri.

Entah karena kurang leluasa atau kurang nyaman, tiba-tiba Pak Marsan mencabut batang kemaluannya yang terjepit liang kemaluanku. Ia membalikkan tubuhku menghadap dinding dan ia sekarang berdiri di belakangku. Tubuhku sedikit ditunggingkan dengan kedua tangan menopang tembok. Dibentangkannya kedua kakiku lebar-lebar, lalu ditusukkannya batang kemaluannya ke lubang kemaluanku dari belakang. Kali ini gerakanku dan gerakannya agak lebih leluasa.

Kedua tangan Pak Marsan meremas dan memegang erat pantatku sambil mengayunkan pantatnya maju mundur. Batang kemaluannya semakin lancar keluar masuk liang kemaluanku yang sudah sangat licin.

“Ughh..ughhh…” Kudengar Pak Marsan mendengus-dengus seperti kereta sedang menanjak.

Aku pun mengimbangi gerakan ayunan pantat Pak Marsan dengan sedikit memutar pantatku dengan gaya ngebor.

Napas Pak Marsan semakin menderu saat kulakukan gaya ngeborku. Batang kemaluannya seperti kupilin dalam jepitan liang kemaluanku. Nafsuku yang sudah terbangkit semakin mengelora. Desakan-desakan kuat di dalam tubuh bagian bawahku semakin menekan. Kugoyang pantatku semakin liar menyongsong sodokan batang kemaluan Pak Marsan.

“Terusss.. Buu…terusshhh” Pak Marsan mendesis-desis dan tangannya semakin kuat mencengkeram pantatku membantuku bergoyang semakin kencang.

“Arghh..arghhh.. akhhh.. say..saya… keluarhhh, Buuu…”

Kudengar Pak Marsan menggeram saat batang kemaluannya mengedut-ngedut dalam jepitan liang kemaluanku. Aku pun merasa sudah di ambang puncak kenikmatanku. Kugoyangkan pantatku semakin liar dan akhirnya kuayunkan pantatku ke belakang menyongsong tusukan Pak Marsan hingga batang kemaluannya melesak sedalam-dalamnya seolah-olah menumbuk mulut rahimku. Aku seperti melayang begitu puncak kenikmatan itu datang mengaliri sekujur tubuhku. Baru saja aku menikmati orgasmeku, kurasakan ada semburan cairan hangat dari batang kemaluan Pak Marsan di dalam liang vaginaku.

Crat…crrtt..crutt…crttt..crott..!!

Banyak sekali cairan sperma Pak Marsan yang tersembur menyiram rahimku, hingga sebagian menetes ke karpet kamar tidurnya.

Kami tetap terdiam sambil mengatur napas. Tangan Pak Marsan memeluk dadaku dan batang kemaluannya masih mengedut-ngedut menyemburkan sisa-sisa air mani ke dalam liang kemaluanku. Akhirnya kami berdua menggelosor ambruk ke kasur kumal yang biasa ditiduri Pak Marsan dan istrinya.

Kami berbaring dengan Pak Marsan masih memeluk tubuhku dari belakang. Batang kemaluan Pak Marsan yang sudah terkulai menempel di belahan pantatku. Kurasakan ada semacam cairan pekat yang menempel ke pantatku dari batang kemaluan Pak Marsan. Aku tak tahu dengan kain apa Pak Marsan menyeka lubang kemaluanku untuk membersihkan cairan sperma yang menetes dari labia mayoraku. Aku terlalu lemas untuk memperhatikan. Akhirnya aku tertidur kelelahan setelah digempur habis-habisan oleh Pak Marsan.

Aku tidak tahu berapa lama aku telah tertidur di kasur Pak Marsan. Aku tersadar saat ada sesuatu benda lunak yang memukul-mukul bibirku. Saat kulirik aku terkejut ternyata benda yang memukul-mukul bibirku tadi adalah batang kemaluan Pak Marsan yang sudah setengah ereksi.

Ternyata ia sedang berjongkok dengan mengangkangi mukaku. Tangannya memegangi batang kemaluannya sambil dipukul-pukulkannya pelan-pelan ke bibirku. Begitu melihat aku terbangun, serta-merta Pak Marsan memegang bagian belakang kepalaku dan mencoba memasukkan batang kemaluannya ke dalam mulutku. Aku menjadi gelagapan karena bangun-bangun sudah disodori batang kemaluan laki-laki!! Gila. Aku pun tak mempunyai pilihan lain kecuali menyambutnya dengan mulut terbuka…

Kurasakan ada sedikit asin-asin yang agak aneh saat bibirku mulai mengulum batang kemaluan Pak Marsan yang disodorkan padaku. Belakangan aku baru tahu bahwa Pak Marsan langsung kencing ke belakang begitu bangun. Sekembalinya ke kamar, ia langsung terangsang melihat diriku yang masih tertidur dalam keadaan bugil.

Demikianlah selanjutnya, ia membangunkanku dengan memukul-mukulkan penisnya ke mukaku supaya aku bisa segera memuaskan nafsunya kembali. Walaupun sedikit gelagapan, tentu saja aku melakukannya dengan setulus hati. Sedikit demi sedikit batang kemaluan itu semakin mengeras dalam kulumanku.

Beberapa saat kemudian Pak Marsan membalikkan posisinya. Batang kemaluannya masih kukulum dengan liar kemudian ia menundukkan tubuhnya dan wajahnya kini menghadap selangkanganku.

Dibentangkannya kedua pahaku kemudian lidahnya mulai bekerja menjilat dan melumat gundukan kemaluanku. Aku semakin gelagapan karena merasa kegelian diselangkanganku sementara mulutku tersumpal batang kemaluan Pak Marsan.

Aku ikut menyedot batang kemaluannya saat Pak Marsan menyedot kemaluanku. Kami saling menjilat dan menyedot kemaluan kami masing-masing dengan posisi pak wajah Marsan menyeruak ke selangkanganku dan wajahku dikangkangi Pak Marsan.

Aku semakin menggelinjang liar saat lidah Pak Marsan mengais-ngais lubang anusku dengan menekuk kedua pahaku ke atas. Aku sangat terangsang dengan perlakuannya itu. Apalagi saat lidahnya dimasukkan dalam-dalam ke lubang vaginaku. Aku tak mampu menjerit karena mulutku tersumpal batang kemaluannya.

Tubuhku bergetar hebat menahan kenikmatan yang menyergapku. Pak Marsan dengan ganas menjilat-jilat tonjolan kecil di lubang kemaluanku dengan kedua tangannya membuka lebar-lebar labia mayoraku ke arah berlawanan. Aku tak mampu bertahan lama atas perlakuannya itu. Tubuhku mengejan dan berkelejat seperti cacing kepanasan. Lalu tubuhku tersentak selama beberapa saat dan akhirnya terdiam. Aku mengalami orgasme lagi dengan cepatnya.

Pak Marsan masih membiarkan batang kemaluannya menyumpal mulutku sambil sesekali lidahnya menyapu-nyapu dinding vulvaku. Setelah aku mulai dapat mengatur napasku, Pak Marsan menggulingkan tubuhnya ke samping dan menarik tubuhku agar naik ke perutnya. Ia bergeser ke arah dekat dinding dan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya hingga posisinya kini setengah duduk.

Tubuhku ditariknya hingga menduduki perutnya lalu diangkatnya pantatku dan dicucukannya batang kemaluannya ke lubang kemaluanku. Dengan pelan aku menurunkan pantatku hingga batang kemaluan Pak Marsan secara perlahan melesak ke dalam jepitan liang kemaluanku. Aku menahan napas menikmati gesekan batang kemaluannya di dinding lubang kemaluanku. Setelah beberapa kocokan yang kulakukan akhirnya amblaslah seluruh batang kemaluan Pak Marsan ke dalam lubang kemaluanku.

Kini aku duduk di atas perut Pak Marsan yang setengah duduk dengan punggung diganjal bantal. Dengan tangan bertumpu dinding tembok aku mulai bergerak menaik-turunkan pantatku secara perlahan. Sementara itu tangan Pak Marsan mencengkeram pantatku membantu menggerakkan pantatku naik turun, mulutnya sibuk menetek payudaraku.

Posisi di atas merupakan salah satu posisi favoritku. Karena dengan posisi ini aku dapat mengontrol sentuhan-sentuhan pada daerah sensitifku dengan batang kemaluan laki-laki yang menancap di lubang kemaluanku.

“Akhh… shhh… terushhh.. Pak Mar..sanhhh”

Aku mendesis-desis saat Pak Marsan ikut mengimbangi goyanganku sambil kedua tangannya menekan kedua payudaraku hingga kedua putingku masuk ke dalam mulut Pak Marsan. Kedua putingku dijilat-jilat dan disedot secara bersamaan hingga membuat nafsuku meningkat secara cepat. Aku semakin liar menggerakkan pantatku di pangkuan Pak Marsan. Tubuhku kembali mengejat-ngejat dan seperti terhantam aliran listrik.

“Terusshhh..terusshhh … ouchhh….”

Aku semakin liar mendesis saat kurasakan sesuatu meledak-ledak. Tubuhku terasa terhempas ke tempat kosong lalu akhirnya aku ambruk di dada Pak Marsan.

Pak Marsan lalu bangkit dan berganti menindihku dengan tanpa melepaskan batang kemaluannya dari jepitan lubang kemaluanku. Bantal yang tadi mengganjal punggungku ditaruhnya untuk mengganjal pantatku hingga gundukan kemaluanku semakin membukit. Aku yang sudah lemas kembali dijadikan bulan-bulanan genjotan batang kemaluannya.

Bibirnya tak henti-hentinya melumat bibirku dan pantatnya dengan mantap memompa batang kemaluannya menusuk-nusuk lubang kemaluanku. Kedua tangan Pak Marsan mengganjal bongkahan pantatku hingga tusukannya kurasakan sangat dalam menumbuk perutku.

“Ughh..ughhh… putarrrhhh… Buu…putarrrhhh… ugghhh…”

Kudengar Pak Marsan mendengus memerintahku memutar pantatku.

Aku mematuhi perintahnya memutar pantatku dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada.

“Terushhh.. terushhh ter…oughhhh!!”

Akhirnya dengan diiringi dengusan panjang tubuh Pak Marsan berkelojotan. Tubuhnya tersentak-sentak dan hunjaman batang kemaluannya serasa menghantam sangat dalam karena didorong sekuat tenaga olehnya. Batang kemaluannya berdenyut-denyut dalam jepitan liang kemaluanku.

Crottt…crott..crott…

Batang kemaluannya menyemburkan cairan kenikmatan ke dalam liang kemaluanku. Aku merasa ada desiran hangat menyembur beberapa kali dalam lubang kemaluanku. Nikmat sekali rasanya. Tubuh Pak Marsan masih berkelojotan untuk beberapa saat lalu akhirnya terdiam.

“Oughh… Bu.. Ren..ni hebattthhhh…” bisiknya di telingaku dengan napas yang masih ngos-ngosan.

Tubuh kekarnya ambruk menindih tubuh telanjangku. Batang kemaluannya dibiarkannya tertancap erat dalam jepitan liang kemaluanku. Kami berdua sama-sama diam menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami raih.

Hari sudah menjelang sore saat aku bangun dari kasur Pak Marsan. Aku kaget saat mau kupakai celana dalamku ternyata sudah basah oleh lendir yang masih menempel. Rupanya tadi Pak Marsan menyeka lubang vaginaku dengan celana dalamku! Sialan juga terpaksa aku tidak memakai celana dalam.

Dengan memakai celana dan baju atasanku aku keluar ke kamar mandi dan cebok membersihkan lubang kemaluanku dari sisa-sisa lendir sehabis persetubuhan tadi.

Aku baru saja mau berdiri dan menaikkan celanaku saat tiba-tiba Pak Marsan yang hanya dililit handuk ikut masuk ke kamar mandi. Belum selesai membanahi celanaku lagi-lagi Pak Marsan merangsekku di kamar mandinya yang terbuka.

Diturunkannya lagi celanaku hingga sebatas lutut lalu didekapnya aku dari belakang. Bibirnya dengan ganas dan rakus menjilat dan mencumbu daerah belakang telingaku hingga gairahku mulai terbangkit lagi.

Melihat aku sudah dalam genggamannya, dilepasnya lilitan handuknya hingga ia telanjang bulat. Batang kemaluannya yang sudah setengah keras menempel ketat di belahan pantatku. Aku sengaja menekan pantatku mundur hingga menggencet batang kemaluannya semakin terbenam di antara kedua belah buah pantatku. Kugeser-geser pantatku dengan lembut hingga lama-kelamaan batang itu mulai mengeras lagi.

Setelah keras, dicucukkannya batang kemaluannya ke celah-celah sempit di gundukan bukit kemaluanku lalu dikosek-kosekkannya ujungnya ke alur sempit itu yang sudah mulai basah.

Sekali lagi kami bersetubuh dengan hanya menurunkan celana panjangku sebatas lutut dan Pak Marsan menggenjotku lagi dengan posisi berdiri. Aku harus bertumpu pada bak mandi yang terbuat dari gentong tanah sambil setengah nungging sementara Pak Marsan menggenjot dari belakang.

Gila. Pak satpam satu ini memang gila! Bagaimana tidak ia punya dua tongkat satu dapat membuat orang kesakitan sedangkan yang satunya dapat membuat orang merem-melek keenakan! Aku pun jadi ketagihan dibuatnya dan resmilah Pak Marsan menjadi kekasih gelapku.

Tuesday, April 24, 2012

Tante Ani Bikin Nikmat

Tante Ani..Guru seksku

Umurku sekarang sudah 30 tahun. sampai sekarang aku masih hidup membujang, meskipun sebenarnya aku sudah sangat siap kalau mau menikah. Meskipun aku belum tergolong orang yang berpenghasilan wah, namun aku tergolong orang yang sudah cukup mapan, punya posisi menengah di tempat kerjaku sekarang. Aku sampai sekarang masih malas untuk menikah, dan memilih menikmati hidup sebagai petualang, dari satu wanita ke wanita yang lain. Kisahku sebagai petualang ini, dimulai dari sebuah kejadian kira-kira 12 tahun yang lalu.

Waktu itu aku masih kelas 3 sMU. Hari itu aku ada janji dengan Agus, sahabatku di sekolah. Rencananya dia mau mengajakku jalan-jalan ke Mall ‘X’ sekedar menghilangkan kepenatan setelah seminggu penuh digojlok latihan sepak bola habis-habisan. sejam lebih aku menunggu di warung depan gang rumah pamanku (aku tinggal numpang di rumah paman, karena aku sekolah di kota yang jauh dari tempat tinggal orangtuaku yang di desa). Jalan ke Mall ‘X’ dari rumah Agus melewati tempat tinggal pamanku itu, jadi janjinya aku disuruh menunggu di warung pinggir jalan seperti biasa. Aku mulai gelisah, karena biasanya Agus selalu tepat janji. Akhirnya aku menuju ke telepon umum yang ada di dekat situ, pengin nelpon ke rumah Agus, memastikan dia sudah berangkat atau belum (waktu itu HP belum musim bro, paling juga pager yang sudah ada, tapi itupun kami tidak punya).

“sialan.. telkom ini, barang rongsokan di pasang di sini!,” gerutuku karena telpon koin yang kumasukkan keluar terus dan keluar terus. setelah uring-uringan sebentar, akhirnya kuputuskan untuk ke rumah Agus. Keputusan ini sebenarnya agak konyol, karena itu berarti aku berbalik arah dan menjauh dari Mall ‘X’ tujuan kami, belum lagi kemungkinan bersimpang jalan dengan Agus. Tapi, kegelisahanku mengalahkan pertimbangan itu. Akhirnya, setelah titip pesan pada penjual di warung kalau-kalau Agus datang, aku langsung menyetop angkot dan menuju ke rumah Agus.

sesampai di rumah Agus, kulihat suasananya sepi. Padahal sore-sore begitu biasanya anggota keluarga Agus (Papa, Mama dan adik-adik Agus, serta kadang pembantunya) pada ngobrol di teras rumah atau main badminton di gang depan rumah. setelah celingak-celinguk beberapa saat, kulihat pembantu di rumah Agus keluar dari pintu samping.

“Bi.. Bibi.. kok sepi.. pada kemana yah?” tanyaku. Aku terbilang sering main ke rumah Agus, begitu juga sebaliknya Agus sering main ke rumah pamanku, tempatku tinggal. Jadi aku sudah kenal baik dengan semua penghuni rumah Agus, termasuk pembantu dan sopir papanya.

“Eh, mas Didik.. pada pergi mas, pada ikut ndoro kakung (juragan laki-laki). Yang ada di rumah cuman ndoro putri (juragan wanita),” jawabnya dengan ramah.

“Oh.. jadi Agus ikut pergi juga ya Bi. Ya sudah kalau begitu, lain waktu saja saya ke sini lagi,” jawabku sambil mau pergi.

“Lho, nggak mampir dulu mas Didik. Mbok ya minum-minum dulu, biar capeknya hilang.”

“Makasih Bi, sudah sore ini,” jawabku.

Baru aku mau beranjak pulang, pintu depan tiba-tiba terbuka. Ternyata Tante Ani, mama Agus yang membuka pintu.

“Bibi ini gimana sih, ada tamu kok nggak disuruh masuk?”, katanya sambil sedikit mendelik pada si pembantu.

“Udah ndoro, sudah saya suruh duduk dulu, tapi mas Didik nggak mau,” jawabnya.

“Eh, nak Didik. Kenapa di luaran aja. Ayo masuk dulu,” kata Tante Ani lagi.

“Makasih tante. Lain waktu aja saya main lagi tante,” jawabku.

“Ah, kamu ini kayak sama orang lain saja. Ayo masuk sebentar lah, udah datang jauh-jauh kok ya balik lagi. Ayo masuk, biar dibikin minum sama bibi dulu,” kata Tante Ani lagi sambil melambai ke arahku.

Aku tidak bisa lagi menolak, takut membuat Tante Ani tersinggung. Kemudian aku melangkah masuk dan duduk di teras, sementara Tante Ani masih berdiri di depan pintu.

“Nak Didik, duduk di dalem saja. Tante lagi kurang enak badan, tante nanti nggak bisa nemenin kamu kalau duduk di luar.”

“Ya tante,” jawabku sambil masuk ke rumah dengan perasaan setengah sungkan.

“Agus ikut Om pergi kemana sih tante?” tanyaku basa-basi setelah duduk di sofa di ruang tamu.

“Pada ke *kota X*, ke rumah kakek. Mendadak sih tadi pagi. soalnya om-mu itu kan jarang sekali libur. sekali boleh cuti, langsung mau nengok kakek.”

“Ehm.. tante nggak ikut?”

“Besuk pagi rencananya tante nyusul. soalnya hari ini tadi tante nggak bisa ninggalin kantor, masih ada yang mesti diselesaiin,” jawab Tante Ani. “Emangnya Agus nggak ngasih tahu kamu kalau dia pergi?”

“Nggak tante,” jawabku sambil sedikit terheran-heran. Tidak biasanya Tante Ani menyebutku dengan “kamu”. Biasanya dia menyebutku dengan “nak Didik”.

“Kok bengong!” Tanya Tante Ani membuatku kaget.

“Eh.. anu.. eh..,” aku tergugup-gugup.

“Ona-anu, ona-anu. Emang anunya siapa?” Tante Ani meledek kegugupanku yang membuatku makin jengah. Untung Bibi segera datang membawa secangkir teh hangat, sehingga rasa jengahku tidak berkepanjangan.

“Mas Didik, silakan tehnya dicicipin, keburu dingin nggak enak,” kata bibi sambil menghidangkan teh di depanku.

“Makasih Bi,” jawabku pelan.

“Itu tehnya diminum ya, tante mau mandi dulu.. bau,” kata Tante Ani sambil tersenyum. setelah itu Tante Ani dan pembantunya masuk ke ruang tengah. sementara aku mulai membaca-baca koran yang ada di meja untuk.

Hampir setengah jam aku sendirian membaca koran di ruang tamu, sampai akhirnya Tante Ani nampak keluar dari ruang tengah. Dia memakai T-shirt warna putih dipadu dengan celana ketat di bawah lutut. Harus kuakui, meskipun umurnya sudah 40-an namun badannya masih bagus. Kulitnya putih bersih, dan wajahnya meskipun sudah mulai ada kerut di sana-sini, tapi masih jelas menampakkan sisa-sisa kecantikannya.

“Eh, ngapain kamu ngliatin tante kayak gitu. Heran ya liat nenek-nenek.”

“Mati aku!” kataku dalam hati. Ternyata Tante Ani tahu sedang aku perhatikan. Aku hanya bisa menunduk malu, mungkin wajahku saat itu sudah seperti udang rebus.

“Heh, malah bengong lagi,” katanya lagi. Kali ini aku sempat melihat Tante Ani tersenyum yang membuatku sedikit lega tahu kalau dia tidak marah.

“Maaf tante, nggak sengaja,” jawabku sekenanya.

“Mana ada nggak sengaja. Kalau sebentar itu nggak sengaja, lha ini lama gitu ngeliatnya,” kata Tante Ani lagi. Meskipun masih merasa malu, namun aku agak tenang karena kata-kata Tante Ani sama sekali tidak menunjukkan sedang marah.

“Kata Agus, kamu mau pertandingan sepakbola di sekolah ya?” Tanya Tante Ani.

“Eh, iya tante. Pertandingan antar sMU se-kota. Tapi masih dua minggu lagi kok tante, sekarang-sekarang ini baru tahap penggojlokan,” Aku sudah mulai tenang kembali.

“Pelajaran kamu terganggu nggak?”

“Ya sebenarnya lumayan menggangu tante, habisnya latihannya belakangan ini berat banget, soalnya sekolah sengaja mendatangkan pelatih sepakbola beneran. Tapi, sekolah juga ngasih dispensasi kok tante. Jadi kalau capeknya nggak ketulungan, kami dikasih kesempatan untuk nggak ikut pelajaran. Kalau nggak begitu, nggak tahu lah tante. soalnya kalau badan udah pegel-pegel, ikut pelajaranpun nggak konsen.”

“Kalau pegel-pegel kan tinggal dipijit saja,” kata Tante Ani.

“Masalahnya siapa yang mau mijit tante?”

“Tante mau kok,” jawab Tante Ani tiba-tiba.

“Ah, tante ini becanda aja,” kataku.

“Eh, ini beneran. Tante mau mijitin kalau memang kamu pegel-pegel. Kalau nggak percaya, sini tante pijit,” katanya lagi.

“Enggak ah tante. Ya, saya nggak berani tante. Nggak sopan,” jawabku sambil menunduk setelah melihat Tante Ani nampak sungguh-sungguh dengan kata-katanya.

“Lho, kan tante sendiri yang nawarin, jadi nggak ada lagi kata nggak sopan. Ayo sini tante pijit,” katanya sambil memberi isyarat agar aku duduk di sofa di sebelahnya. Penyakit gugupku kambuh lagi. Aku hanya diam menunduk sambil mempermainkan jari-jariku.

“Ya udah, kalau kamu sungkan biar tante ke situ,” katanya sambil berjalan ke arahku. sebentar kemudian sambil berdiri di samping sofa, Tante Ani memijat kedua belah pundakku. Aku hanya terdiam, tidak tahu persis seperti apa perasaanku saat itu.

setelah beberapa menit, Tante Ani menghentikan pijitannya. Kemudian dia masuk ke ruang tengah sambil memberi isyarat padaku agar menunggu. Aku tidak tahu persis apa yang dilakukan Tante Ani setelah itu. Yang aku tahu, aku sempat melihat bibi pembantu keluar rumah melalui pintu samping, yang tidak lama kemudian disusul Tante Ani yang keluar lagi dari ruang tengah.

“Bibi tante suruh beli kue. Kue di rumah sudah habis,” katanya seolah menjawab pertanyaan yang tidak sempat kuucapkan. “Ayo sini tante lanjutin mijitnya. Pindah ke sini aja biar lebih enak,” kali itu aku hanya menurut saja pindah ke sofa panjang seperti yang disuruh Tante Ani. Kemudian aku disuruh duduk menyamping dan Tante Ani duduk di belakangku sambil mulai memijit lagi.

“Gimana, enak nggak dipijit tante?” Tanya Tante Ani sambil tangannya terus memijitku. Aku hanya mengangguk pelan.

“Biar lebih enak, kaosnya dibuka aja,” kata Tante Ani kemudian. Aku diam saja. Bagaimana mungkin aku berani membuka kaosku, apalagi perasaanku saat itu sudah tidak karuan.

“Ya sudah. Kalau gitu, biar tante bantu bukain,” katanya sambil menaikkan bagian bawah kaosku. seperti kena sihir aku menurut saja dan mengangkat kedua tanganku saat Tante Ani membuka kaosku.

setelah itu Tante Ani kembali memijitku. sekarang tidak lagi hanya pundakku, tapi mulai memijit punggung dan kadang pinggangku. Perasaanku kembali tidak karuan, bukan hanya pijitannya kini, tapi sepasang benda empuk sering menyentuh bahkan kadang menekan punggungku. Meski seumur-umur aku belum pernah menyentuh payudara, tapi aku bisa tahu bahwa benda empuk yang menekan punggungku itu adalah sepasang payudara Tante Ani.

Beberapa lama aku berada dalam situasi antara merasa nyaman, malu dan gugup sekaligus, sampai akhirnya aku merasakan ada benda halus menelusup bagian depan celanaku. Aku terbelalak begitu mengetahui yang menelusup itu adalah tangan Tante Ani.

“Tante.. ” kataku lirih tanpa aku sendiri tahu maksud kataku itu. Tante Ani seperti tidak mempedulikanku, dia malah sudah bergeser ke sampingku dan mulai membuka kancing serta retsluiting celanaku. sementara itu aku hanya terdiam tanpa tahu harus berbuat apa. sampai akhirnya aku mulai bisa melihat dan merasakan Tante Ani mengelus penisku dari luar CD-ku.

Aku merasakan sensasi yang luar biasa. sesuatu yang baru pertama kali itu aku rasakan. Belum lagi aku sadar sepenuhnya apa yang terjadi, aku mendapati penisku sudah menyembul keluar dan Tante Ani sudah menggenggamnya sambil sesekali membelai-belainya. setelah itu aku lebih sering memejamkan mata sambil sekali-kali melirik ke arah penisku yang sudah jadi mainan Tante Ani.

Tak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan yang jauh lebih mencengangkan. Kepala penisku seperti masuk ke satu lubang yang hangat. Ketika aku melirik lagi, kudapati kepala penisku sudah masuk ke mulut Tante Ani, sementara tangannya naik turun mengocok batang penisku. Aku hanya bisa terpejam sambil mendesis-desis keenakan. Beberapa menit kemudian aku merasakan seluruh tubuhku mulai mengejang. Aku merasakan Tante Ani melepaskan penisku dari mulutnya, tapi mempercepat kocokan pada batang penisku.

“sssshhhh.. creettt… creett… ” sambil mendesis menikmati sensasi rasa yang luar biasa aku merasakan cairan hangat menyemprot sampai ke dadaku, cairan air mani ku sendiri.

“Ah, dasar anak muda, baru segitu aja udah keluar,” Tante Ani berbisik di dekat telingaku. Aku hanya menatap kosong ke wajah Tante Ani, yang aku tahu tangannya tidak berhenti mengelus-elus penisku. “Tapi ini juga kelebihan anak muda. Udah keluarpun, masih kenceng begini,” bisik Tante Ani lagi.

setelah itu aku lihat Tante Ani melepas T-shirtnya, kemudian berturut-turut, BH, celana dan CD-nya. Aku terus terbelalak melihat pemandangan seperti itu. Dan Tante Ani seperti tidak peduli kemudian meluruskan posisi ku, kemudian dia mengangkang duduk di atasku. selanjutnya aku merasakan penisku digenggam lagi, kali ini di arahkan ke selangkangan Tante Ani.

“sleppp…. Aaaaahhhhh… ” suara penisku menembus vagina Tante Ani diiringi desahan panjangnya. Kemudian Tante Ani bergerak turun naik dengan cepat sambil mendesah-desah. Mulutnya terkadang menciumi dada, leher dan bibirku.

Ada beberapa menit Tante Ani bergerak naik turun, sampai akhirnya dia mempercepat gerakannya dan mulai menjerit-jerit kecil dengan liarnya. Akupun kembali merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tak lama kemudian…

“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh…….. ,” Tante Ani melenguh panjang, bersamaan dengan teriakanku yang kembali merasakan puncak yang kedua kali. setelah itu Tante Ani terkulai, merebahkan kepalanya di dadaku sambil memeluk pundakku.

“Terima kasih Dik…,” bisiknya lirih diteruskan kecupan ke bibirku.

sejak kejadian itu, aku mengalami syok. Rasa takut dan bersalah mulai menghantui aku. sulit membayangkan seandainya Agus mengetahui kejadian itu. Perubahan besar mulai terjadi pada diriku, aku mulai sering menyendiri dan melamun.

Namun selain rasa takut dan bersalah, ada perasaan lain yang menghinggapi aku. Aku sering terbayang-bayang Tante Ani dia telanjang bulat di depanku, terutama waktu malam hari, sehingga aku tiap malam susah tidur. selain seperti ada dorongan keinginan untuk mengulangi lagi apa yang telah Tante Ani lakukan padaku.

Perubahan pada diriku ternyata dirasakan juga oleh paman dan bibiku dan juga teman-temanku, termasuk Agus. Tentu saja aku tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya. situasi seperti itu berlangsung sampai seminggu lebih yang membuat kesehatanku mulai drop akibat tiap malam susah tidur, dan paginya tetap kupaksakan masuk sekolah. Akibat dari itu pula, akhirnya aku memilih mundur dari tim sepakbola sekolahku, karena kondisiku tidak memungkinkan lagi untuk mengikuti latihan-latihan berat.

Kira-kira seminggu setelah kejadian itu, aku berjalan sendirian di trotoar sepulang sekolah. Aku menuju halte yang jaraknya sekitar 300 meter dari sekolahku. sebenarnya persis di depan sekolahku juga ada halte untuk bus kota, namun aku memilih halte yang lebih sepi agar tidak perlu menunggu bus bareng teman-teman sekolahku.

saat asyik berjalan sambil menunduk, aku dikejutkan mobil yang tiba-tiba merapat dan berhenti agak di depanku. Lebih terkejut lagi saat tahu itu mobil itu mobil papanya Agus. setelah memperhatikan isi dalam mobil, jantungku berdesir. Tante Ani yang mengendari mobil itu, dan sendirian.

“Dik, cepetan masuk, ntar keburu ketahuan yang lain,” panggil Tante Ani sambil membuka pintu depan sebelah kiri. sementara aku hanya berdiri tanpa bereaksi apa-apa.

“Cepetan sini!” kali ini suara Tante Ani lebih keras dan wajahnya menyiratkan kecemasan.

“I.. Iya.. tante,” akhirnya aku menuruti panggilan Tante Ani, dan bergegas masuk mobil.

“Nah, gitu. Keburu ketahuan temen-temenmu, repot.” kata Tante Ani sambil langsung menjalankan mobilnya.

Di dalam mobil aku hanya diam saja, meskipun aku bisa sedikit melihat Tante Ani beberapa kali menengok padaku.

“Tumben kamu nggak bareng Agus,” Tanya Tante Ani tiba-tiba.

“Enn.. Enggak tante. saya lagi pengin sendirian saja. Tante nggak sekalian jemput Agus?” aku sudah mulai menguasai diriku.

“Kan, emang Agus nggak pernah dijemput,” jawab Tante Ani.

“Eh, iya ya,” jawabku seperti orang bloon.

setelah itu kami lebih banyak diam. Tante Ani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. setelah sampai di sebuah komplek pertokoan Tante Ani melambatkan mobilnya sambil melihat-lihat mungkin mencari tempat parkir yang kosong. setelah memarkirkan mobilnya, yang sepertinya mencari tempat yang agak jauh dari pusat pertokoan, Tante Ani mengajak aku turun.

setelah turun, Tante Ani langsung menyetop taksi yang kebetulan sedang melintas. Terlihat dia bercakap-cakap dengan sopir taksi sebentar, kemudian langsung memanggilku supaya ikut naik taksi. setelah masuk taksi, Tante Ani memberi isyarat padaku yang terbengong-bengong supaya diam, kemudian dia menyandarkan kepalanya pada jok taksi dan memejamkan matanya, entah kecapaian atau apa. Kira-kira 20 menit kemudian taksi memasuki pelataran sebuah hotel di pinggiran kota.

“Dik, kamu masuk duluan, kamu langsung aja. Ada kamar nganggur yang habis dipakai tamu kantor tante. Nanti tante nyusul,” kata Tante Ani memberikan kunci kamar hotel sambil setengah mendorongku agar keluar.

Kemudian aku masuk ke hotel, aku memilih langsung mencari petunjuk yang ada di hotel itu daripada tanya ke resepsionis. Dan memang tidak sulit untuk mencari kamar dengan nomor seperti yang tertera di kunci. singkat cerita aku sudah masuk ke kamar, namun hanya duduk-duduk saja di situ.

Kira-kira 15 menit kemudian terdengar ketukan di pintu kamar, ternyata Tante Ani. Dia langsung masuk dan duduk di pinggir ranjang.

“Agus bilang kamu keluar dari tim sepakbola ya?!” tanyanya tanpa ba-bi-bu dengan nada agak tinggi.

“I.. iya tante,” jawabku pelan.

“Kamu juga nggak pernah lagi kumpul sama temen-temen kamu, nggak pernah main lagi sama Agus,” Tante Ani menyemprotku yang hanya bisa diam tertunduk.

“Kamu tahu, itu bahaya. Orang-orang dan keluargaku bisa tahu apa yang sudah terjadi.. ,” kata-kata Tante Ani terputus dan terdengar mulai sedikit sesenggukan.

“Tapi.. saya nggak pernah ngasih tahu siapa-siapa,” kataku.

“Memang kamu belum ngasih tahu, tapi kalau ditanyain terus-terusan bisa-bisa kamu cerita juga,” katanya lagi sambil sesenggukan. “Apa yang terjadi dengan keluarga tante jika semuanya tahu!”

“Tante memang salah, tante yang membuat kamu jadi begitu,” kata Tante Ani, kali ini agak lirih sambil menahan tangisnya. “Tapi kalau kamu merasakan seperti yang tante rasakan..” terputus lagi.

“Merasakan apa tante?”

Akhirnya Tante Ani cerita panjang lebar tentang rumah tangganya. Tentang suaminya yang sibuk mengejar karir, sehingga hampir tiap hari pulang malam, dan jarang libur. Tentang kehidupan seksualnya sebagai akibat dari kesibukan suaminya, serta beratnya menahan hasrat biologisnya akibat dari semua itu.

“Kalau kamu mau marah, marahlah. Entah kenapa, tante nggak sanggup lagi menahan dorongan birahi waktu kamu ke rumah minggu kemarin. Terserah kamu mau menganggap tante kayak apa, yang penting kamu sudah tahu masalah tante. sekarang kalau mau pulang, pulanglah, tante yang ngongkosin taksinya,” kata Tante Ani lirih sambil membuka tasnya, mungkin mau mengeluarkan dompet.

“Nggak.. nggak usah tante.. ” aku mencegah. “saya belum mau pulang, saya nggak mau membiarkan tante dalam kesedihan.” Entah pengaruh apa yang bisa membuatku seketika bisa bersikap gagah seperti itu. Aku hampiri Tante Ani, aku elus-elus kepalanya. Hilang sudah perasaan sungkanku padanya. Tante Ani kemudian memeluk pinggangku dan membenamkan kepalanya dalam pelukanku.

setelah beberapa lama, aku duduk di samping Tante Ani. Kuusap-usap dan sibakkan rambutnya. Kusap pipinya dari airmata yang masih mengalir. Pelahan kucium keningnya. Kemudian, entah siapa yang mulai tiba-tiba bibir kami sudah saling bertemu. Ternyata, kalau tidak sedang merasa sungkan atau takut, aku cukup lancar juga mengikuti naluri kelelakianku.

Cukup lama kami berciuman bibir, dan makin lama makin liar. Aku mulai mengusap punggung Tante Ani yang masih memakai baju lengkap, dan kadang turun untuk meremas pantatnya. Tante Ani pun melakukan hal yang sama padaku.

Tante Ani sepertinya kurang puas bercumbu dengan pakaian lengkap. Tangannya mulai membuka kancing baju seragam sMU-ku, kemudian dilepasnya berikut kaos dalam ku. Kemudian dia melepaskan pelukanku dan berdiri. Pelan-pelan dia membuka pakain luarnya, sampai hanya memakai CD dan BH. Meskipun aku sudah melihat Tante Ani telanjang, tapi pemandangan yang sekarang ada di depanku jauh membuat nafsuku bergejolak, meskipun masih tertutup CD dan BH. Aku langsung berdiri, kupeluk dan kudorong ke arah dinding, sampai kepala Tante Ani membentur dinding, meski tidak begitu keras.

“Ah, pelan-pelan doonnng,” kata Tante Ani manja diiringi desahannya desahannya.

Aku semakin liar saja. Kupagut lagi bibir Tante Ani, sambil tanganku meremas-remas buah dadanya yang masih memakai BH. Tante Ani tidak mau kalah, bahkan tangannya sudah mulai melepaskan melorotkan celana luar dan dalamku. Kemudian, diteruskannya dengan menginjaknya agar bisa melorot sempurna. Aku bantu upaya Tante Ani itu dengan mengangkat kakiku bergantian, sehingga akhirnya aku sudah telanjang bulat.

setelah itu Tante Ani membantuku membuka pengait BH-nya yang ada di belakang. Rupanya dia tahu aku kesulitan untuk membuka BH-nya. sekarang aku leluasa meremas-remas kedua buah dada Tante Ani yang cukup besar itu, sedang Tante Ani mulai mengelus dan kadang mengocok penisku yang sudah sangat tegang.

Kemudian tante setengah menjambak Tante Ani mendorong kepalaku di arahkan ke buah dadanya yang sebelah kiri. Kini puting susu itu sudah ada di dalam mulutku, kuisap-isap dan jilati mengikuti naluriku.

“Aaaaahh….. oooouhghhh… ” desahan Tante Ani makin keras sambil tangannya tak berhenti mempermainkan penisku.

Beberapa kali aku isap puting susu Tante Ani bergantian, mengikuti sebelah mana yang dia maui. setelah puas buah dadanya aku mainkan, Tante Ani mendorong tubuhku pelan ke belakang. Kemudian dia berputar, berjalan mundur sambil menarikku ke arah ranjang. sampai di pinggir ranjang, Tante Ani sengaja menjatuhkan dirinya sehingga sekarang dia telentang dengan aku menindih di atasnya, sementara kakinya dan kakiku masih menginjak lantai. setelah itu, dia berusaha melorotkan CD-nya, yang kemudian aku bantu sehinggap Tante Ani kini untuk kedua kalinya telanjang bulat di depanku.

Usai melepas CD-nya aku masih berdiri memelototi pemandangan di depanku. Tante Ani yang telentang dengan nafas memburu dan mata agak saya menatapku. Gundukan di selangkangannya yang ditumbuhi bulu tidak begitu lebat nampak benar menantang, seperti menyembul didukung oleh kakinya yang masih menjuntai ke lantai. Bibir vaginanya nampak mengkilap terkena cairan dari dalamnya. (Waktu itu aku belum bisa menilai dan membanding-bandingkan buah dada, mana yang kencang, bagus dan sebagainya. Paling hanya besar-kecilnya saja yang bisa aku perhatikan).

“sini sayaangg.. ,” panggil Tante Ani yang melihat aku berdiri memandangi tiap jengkal tubuhnya. Aku menghampirinya, menindih dan mencoba memasukkan penisku ke lubang vaginanya. Tapi, Tante Ani menahanku. Nampak dia menggeleng sambil memandangku. Kemudian tiba-tiba kepalaku didorong kebawah. Terus didorong cukup kuat sampai mulutku persis berada di depan lubang vaginanya. setelah itu Tante Ani berusaha agar mulutku menempel ke vaginanya. Awalnya aku ikuti, tapi setelah mencium bau yang aneh dan sangat asing bagiku, aku agak melawan.

Mengetahui aku tidak mau mengikuti kemauannya, dia bangun. Ditariknya kedua tanganku agar aku naik ke ranjang, ditelentangkannya tubuhku. sempat aku melihat bibirnya tersenyum, sebelum di mengangkang tepat di atas mulutku.

“Bleepp… ” aku agak gelagapan saat vagina Tante Ani ditempel dan ditekankan di mulutku. Tante Ani memberi isyarat agar aku tidak melawan, kemudian pelan-pelan vaginanya digesek-gesekkan ke mulutku, sambil mulutnya mendesis-desis tidak karuan. Aku yang awalnya rada-rada jijik dengan cairan dari vagina Tante Ani, sudah mulai familiar dan bisa menikmatinya. Bahkan, secara naluriah, kemudian ku keluarkan lidahku sehingga masuk ke lubang vagina Tante Ani.

“Oooohhh… sssshhh… pinter kamu sayang… oh… ” gerakan Tante Ani makin cepat sambil meracau. Tiba-tiba, dia memutar badannya. Kagetku hanya sejenak, berganti kenikmatan yang luar biasa setelah penisku masuk ke mulut Tante Ani. Aku merasakan kepala penisku dikulum dan dijilatinya, sambil tangannya mengocok batang penisku. sementara itu, vaginanya masih menempel dimulutku, meskipun gesekannya sudah mulai berkurang. sambil menikmati aku mengelus kedua pantat Tante Ani yang persis berada di depan mataku.

setelah puas dengan permainan seperti itu, Tante Ani mulai berputar dan bergeser. Masih mengangkang, tapi tidak lagi di atas mulutku, kali ini tepat di atas ujung penisku yang tegak.

“sleep.. blesss… ooooooooooooohhhhhh,” penisku menancap sempurna di dalam vagina Tante Ani diikuti desahan panjangnya, yang malah lebih mirip dengan lolongan.

Tante Ani bergerak naik turun sambil mulutnya meracau tidak karuan. Tidak seperti yang pertama waktu di rumah Tante Ani, kali ini aku tidak pasif. Aku meremas kedua buah dada Tante Ani yang semakin menambah tidak karuan racauannya. Rupanya, aksi Tante Ani itu tidak lama, karena kulihat tubuhnya mulai mengejang. setengah menyentak dia luruskan kakinya dan menjatuhkan badannya ke badanku.

“Ooooooooohhh…. Aaaaaaaaahhh….. ” Tante Ani ambruk, terkulai lemas setelah mencapai puncak.

Beberapa saat dia menikmati kepuasannya sambil terkulai di atasku, sampai kemudian dia berguling ke samping tanpa melepas vaginanya dari penisku, dan menarik tubuhku agar gantian menindihnya.

sekaraang gantian aku mendorong keluar-masuk penisku dari posisi atas. Tante Ani terus membelai rambut dan wajahku, tanpa berhenti tersenyum. Beberapa waktu kemudian aku mempercepat sodokanku, karena terasa ada bendungan yang mau pecah.

“Tanteeeeee……. Oooooohhh……. ” gantian aku yang melenguk panjang sambil membenamkan penisku dalam-dalam. Tante Ani menarik tubuhku menempel ketat ke dadanya, saat aku mencapai puncak.

setelah sama-sama mencapai puncak kenikmatan, aku dan Tante Ani terus ngobrol sambil tetap berpelukan yang diselingi dengan ciuman. Waktu ngobrol itu pula Tante Ani banyak memberi tahu tentang seks, terutama bagian-bagian sensitif wanita serta bagaimana meng-eksplor bagian-bagian sensitif itu.

setelah jam 4 sore, Tante Ani mengajak pulang. Aku sebenarnya belum mau pulang, aku mau bersetubuh sekali lagi. Tapi Tante Ani berkeras menolak.

“Tante janji, kamu masih terus bisa menikmati tubuh tante ini. Tapi ingat, kamu harus kembali bersikap seperti biasa, terutama pada Agus. Dan kamu harus kembali ke tim sepakbola. Janji?”

“He-em,” aku menganggukkan kepala.

“Ingat, kalau kamu tepat janji, tante juga tepat janji. Tapi kalau kamu ingkar janji, lupakan semuanya. Oke?” Aku sekali mengangguk.

sebelum aku dan Tante Ani memakai pakaian masing-masing, aku sempatkan mencium bibir Tante Ani dan tak lupa bibir bawahnya. setelah selesai berpakaian, Tante Ani memberiku ongkos taksi dan menyuruhku pulang duluan.

sejak itu perasaanku mulai ringan kembali, dan aku sudah normal kembali. Aku juga bergabung kembali ke tim sepakbola sekolahku, yang untungnya masih diterima. Dari sepakbola itulah yang kemudian memuluskan langkahku mencari kerja kelak. Dan Tante Ani menepati janjinya. Dia benar-benar telah menjadi pasangan kencanku, dan guru sex-ku sekaligus. Paling sedikit seminggu sekali kami melakukannya berpindah-pindah tempat, dari hotel satu ke hotel yang lain, bahkan kadang-kadang keluar kota. Tentu saja kami melakukannya memakai strategi yang matang dan hati-hati, agar tidak diketahui orang lain, terutama keluarga Tante Ani.

sejak itu pula aku mengalami perubahan yang cukup drastis, terutama dalam pergaulanku dengan teman-teman cewek. Aku yang awalnya dikenal pemalu dan jarang bergaul dengan teman cewek, mulai dikenal sebagai play boy. sampai lulus sMU, beberapa cewek baik dari sekolahku maupun dari sekolah lain sempat aku pacari, dan beberapa di antaranya berhasil kuajak ke tempat tidur. (Lain waktu, kalau sempat saya ceritakan petualangan saya tersebut).

Begitulah kisah awalku dengan Tante Ani, yang akhirnya merubah secara drastis perjalanan hidupku ke depannya. sampai saat ini, aku masih berhubungan dengan Tante Ani, meskipun paling-paling sebulan atau dua bulan sekali. Meskipun dari segi daya tarik seksual Tante Ani sudah jauh menurun, namun aku tidak mau melupakannya begitu saja. Apalagi, Tante Ani tidak pernah berhubungan dengan pria lain, karena dianggapnya resikonya terlalu besar.

Begitulah, Tante Ani yang terjepit antara hasrat seksual menggebu yang tak terpenuhi dengan status sosial yang harus selalu dijaga.

Monday, April 9, 2012

naiknya nafsu karna cinta




Vina Bilang...

“La gmana jadinya”
“Duch gue ga bisa Vin,..Cowo gue lagi nunggu nich”
“Payah dech, Lu masih jalan ma si Jack??”
“Iya, Ga tau dech gue..Liat nanti aja jadinya”
“Kan gue dah bilang tuch cowo ga bener, masih jalan ma Lu aja dia udah macem-macem”
“Iya gue tau, tapi kan itu baru katanya”
“Udah cape dech, gmana lu aja”
“Iya dech, ya gue cabut dulu dech ya, ga enak gue dia dah tunggu di Kost Vic”
“Ok dech, bye-bye ati-ati lu,”

Ya gitu dech Si Stella, cape gue dah di bilang kalo si Jack itu Cuma pengen make dia, daripada gitu mending kita morotin cowo-cowo kaya dulu, biasa minta ini, itu, ach,.. Asik dech, tapi gue ga tau juga, pa gue mank bener-bener gak pengen dia dibego-begoin cowo, atau gue iri ma dia ya??Ya gue ga mau munafik, mank bener sich semua orang juga tau kalo gue ma Stella bias dibilang cewe ga bener,..

Ya kita mank suka manfaatin cowo buat kepentingan kita, tapi apa salah, cowo-cowo mata keranjang gitu Cuma pengen ?make? kita doankz,.. Ya ga salah Tuhan dah ga ngasih gue Wajah ma Body yang jauh di atas rata-rata buat mikat cowo, Kalau semua yang diciptakannya itu baik, kenapa juga gue musti ngeras bersalah karena manfaatinnya..Bener gak??Ya BT nich gue, mau ngajakin siapa temenin gue Jalan ya??Hmm, coba gue ejak si Frans bisa gue porotin lagi, mudah-mudahan aja lagi ga ma si Stef dia..

Aku pun mencoba menghubungi Frans,..Ya sebatas miscall sich, tapi gue tahu, pasti langsung dibales ma dia, 1…2…3…
“Halo cantik, ada apa nich????” Sambut Frans
“Hehehe, Lu da waktu ga ???”
“Oooo, selalu ada buat bidadari-ku,?Mau kemana manis???”
“Temenin gue yuk,..Mau ga?? Mau Ke Salon nich..” Rayuku..
“Ok, Kamu dimana?? Aku jemput dech,..”
“Langsung aja kedepan, Udah disini koq..”
“OK dech,..” Jawab Frans, sambil memutuskan hubungan telepon..OK, masalah dah beres, bisa gue porotin lagi si Bego itu, hehehe,?Tak lama, Mercedes C-class-nya hitamnya muncul,
aku pun segera menghampiri mobil itu, dan segera membuka Pintunya, dengan senyum mesum dia sudah menyambut ku..

“Buru-bura gak??” Tanya ku basa-basi..
“Ah, gak koq, mau kemana aja pasti dianter..” Jawabnya..
“Temenin gue yuk, Mau Blow nich, kayaknya rambut gue juga dah ga bagus,..”
“Hmmm, Ok dech, tapi kayaknya masih cantik dech,..”
Biasalah, bajingan ini memang memuakan, dia ga pernah perduli ma cewenya, padahal cewenya cantik loh,..Ah mank gue peduliin, yang penting kan gue senang..Mobil kami pun meluncur, tak lama kami sampai di Plaza Senayan, ya sengaja, selain Salon disini udah langganan gue, ya abis ini kan gue bisa shooping, hmm, kayaknya lebih pantes dibilang morotin,..Hehehe..

Setelah 3 jam menunggu-ku Frans yang tampak kesal di ruang tunggu tadi karena menunggu ku, Creambath, Blow, sedikit Cut dan Mani-Padi, begitu melihat aku mendekat, wajahnya langsung berubah, seolah senang menunggu,Aku pun berbasa-basi sedikit untuk menyenangkannya,..

“Lama ya??Sory..” Kataku manja,..
“Upz, koq sory, namanya juga ke salon pasti lama, ga masalah donk”..Katanya.. Ya orang idiot kaya Frans ini memang paling gampang dimanfaatin, hehehe,.. Aku pun menghadap ke kasir, seolah-olah akan membayar tagihan Perawatan-ku,..Tapi sesuatu yang sudah kuduga pasti datang,..

“Berapa mbak???” Tanya Frans sambil menyerahkan CreditCardnya..
“Jangan Frans,..” Pura-pura menahannya..
“Dah, ga Pa-pa,..Cuma segitu doank,..”
“Kan Ga enak Frans”
“Dah, tenang aja OK..” Ucapnya..Ya akhirnya rencanaku berhasil, Salon pun dibayarin Frans, tapi itu baru awalnya, karena sekarang saatnya SHOPING.Aku yakin dia pasti menyesal sekali, 3 jam tadi seharga Satu Juta Tiga Ratus Lima Puluh Ribu, hehehe, dia ga tahu berapa banyak Vitamin yang gue minta, Bego kan..Kami berkeliling, Remo,Planet dan berbagai Otlet, berulang kali

Frans berusaha mengengam tanganku, terkadang aku biarkan, tapi lebih banyak aku pura-pura lepas, Sepanjang jalan Frans selalu menatap Bokong ku dan Dada-ku, Sepatu, Tas, dan Sebuah Rok sudah berpindah ke-tanganku, ya tahulah duit siapa,….

Kami berputar selama, beberapa jam. Berulang kali Ponselnya berbunyi,.. Ya aku tahu pasti dari Cewenya Tuch, Kalo ga buat apa dia Bohong segala, pura-pura sakit, hehehe,..Tak lupa, paket jalan-jalan ini ditutup dengan Paket Makan Malam Mewah,..

Setelah Selesai menyantap Eye-Ribs dan Sup Jagung ku,.. Aku mengajak Frans pulang, Berulang dia mengajak ku Nonton, tapi ya gue tahu maksud dia apa,..Jadi gue Tolak donk.HeheheYa kira-kira 4 juta lebih milik Frans terbuang percuma hari ini, aku pun berjanji untuk Nonton lain kali, Ya sudah Jam 9 lewat ketika aku melihat Jam tangan-ku,..

Kami pun memutuskan kembali ke kampus, ya aku harus mengambil mobil-ku di kampus,..Diperjalanan, Frans masih berusaha membuat janji pasti denganku, dia membuat pilihan Nonton atau Clubbing, ya aku pun memilih Clubbing Donk, kan lebih asik dari sekedar nonton,..Oh iya, lu belom pada kenal gue kan??

Gue Vina,..Umur gue 21 Tahun, Tinggi gue 168, berat 46 Kg ? Gue juga rajin Fitnes ma Aerobik, biar badan gue tetep montok n sexy..hehehe..Mustinya gue dah mau lulus, tapi ya gitu, lu tahulah gue sibuk jadi ga sempet belajar, hehehe?Setengah jam kemudian, kami pun sampai ke kampus, Frans mengantarku sampai, Mobilku yang diparkir di parker gedung,..Sepi sekali kampus,.. Dari jauh aku melihat sekelompok mahasiswa,..

Ya itu pasti Geng-geng Pribumi di kampus ini, Ando Cs lah..Wew males banget ma mereka udah miskin, jelek ma item-item lagi.. Seseudah memanaskan Mobil Yaris-ku, Frans segera meninggalkan-ku dengan Mobilnya, Ya seolah dia menungguku sampai beres, baru dia pergilah,..Baru sesaat aku memacu kendaraanku, di pintu depan Kampus, Pengemis pincang yang biasa dia di depan kampus melintas menghalangi jalan, ya ampun Udah ngesot lama banget lagi,..

Kesel aku menunggunya, Aku mengklakson berulang-ulang menunggunya melindas, masa gitu aja butuh 5 menit, dia berulang-ulang kali mengucapkan maaf disela-sela cacianku,..Aku pun bergegas meninggalkan Kampus, kembali ke Rumah-ku, ya OrangTuaku terlalu sibuk mencari uang, Tapi mereka tetep aja ga mampu ngasih gue kehidupan Mewah,Jadi mereka tak pernah perduli aku pulang jam berapa juga..Bahkan terkadang aku tidak pulangpun mereka tidak pernah tahu..

Dibawah FlyOver Pluit aku merasakan Ban Mobil-ku Kempes..Sial pasti ada yang ngerjain gue nich,..Aku memberhentikan Mobilku,..Turun dan melihat ban Mobil sebelah kanan belakang kemps, untung tidak terlalu parah, aku pun kembali masuk ke mobilku, berjalan pelan, aku tahu beberapa ratus meter lagi ada sebuah bengkel tambal ban..Tak lama Bengkel kecil itu terlihat, sebuah bedeng..Di depannya beberapa orang duduk smbil mengopi, ugh wajah mereka kampungan banget..

Aku terpaksa berhenti di bengkel itu, ban ku sudah tak bisa jalan lebih jauh lagi, apa lagi tak mungkin aku bisa mengganti ban mobil ku sendiri,..Ya aku pikir supaya cepat minta tolong mereka saja untuk mengganti ban-ku,?

“Pak, Tolong donk, ban saya kempes” sesampainya di bengkel itu.
“Kenapa Neng,..Mau ditambal,..???” jawab bapak setengah baya yang mungkin pemiliknya
“Ga usah pak tolong ganti ban serep aja, bisa??”
“Oooh, Bisa neng ban-nya dimana??” Tanya bapak itu,..
“Dibelakang pak, dibawah,..” Jawabku, aku menyadari 2 orang pemuda dibelakang-ku terus menatapku diam-diam,

Aku berdoa semoga bapak ini segera menyelesaikan pekerjaanya, Beberapa kali dia memintaku untuk duduk saja, Tapi ku tolak, ngeri lah pikirku..Ngeri ma 2 orang yang ada dibelakang..Bapak itu beberapa kali menyuruh anak buahnya untuk membantunya, terkadang mereka tampak berdiskusi,..Aku sich tak terlalu memperdulikan perbincangan mereka, Toh buat apa juga..Sekitar 15 menit akhirnya Ban ku selesai diganti oleh mereka,..Aku pun mendekat menanyakan biayanya..

“Dah beres pak??”
“Sudah Non, Ban yang kempes dah bapak pasang lagi, nanti tambal aja, kayaknya bocornya juga ga besar,..”
“Oh, makasih pak, Berapa ya??”
“Ga usah non, kita ga minta duit, tapi butuh yang lain Non..”
Mendengarnya jantungku langsung berdetak kencang, namun aku masih berusaha tenang..
“Mau apa pak??”
“Kita pengen Non?.:”Ujar salah satu dari pemuda itu..

Akupun berusah meronta saat mereka memaksaku masuk dalam bilik itu, Jalanan itu memang biasa Sepi, belum lagi jam segini yang membuat jalanan itu makin hening..Aku berusaha berteriak, namun tangan mereka menutup mulutku, Tenagaku tak mungkin dibandingkan dengan para lelaki ini?

Akhirnya mereka berhasil membawaku masuk, dan segera menutup pintu itu,..Mereka segera mengikat mulutku dengan selembar kain kotor,..Bau oli jijik sekali,..kemudian mereka mendorongku dan menjatuhkanku ke sebuah ranjang kayu tanpa alas…
Bruk!!!!!!!
Aku hanya bisa berteriak kesakitan namun terhalang oleh kain yang menutup mulutku,?

“Udah Non jangan banyak teriak atau kita bunuh Non..Mau?” Kata salah satu pemuda..
Wajah mereka tampak tak main-main, wajah mereka tampak ganas bukan hanya 2 orang pemuda hitam itu, Bahkan Bapak yang tadi berwajah lembut kini raut mukanya berubah sanggar seperti yang lain..Tatapan mata mereka yang penuh nafsu itu makin membuat nyaliku ciut aku hanya bisa memalingkan muka tak berani menatapnya,
“Ngerti Gak!!!” mereka kembali membentak ku sambil melempar sebuah Tank ke sampingku…Aku pun hanya menganguk memelas.. Tiba-tiba tangan bapak itu menggerayangi paha-kuTangan bapak itu meraba naik hingga ke dadaku,?Bapak itu meremas payudara kiri-ku.Air mata-ku pun mengalir dan meronta minta dilepaskan.

“Diem lu!!! Nanti juga enak ” sahut Bapak itu Pemuda yang sedikit gendut mulai menciumi pipi-ku, leher dan telinga-ku pun tak lepas dari incaranya, Hembusan nafas baunya dan lidahnya yang menyapu leher dan telinga-ku membuat-ku bergidik..

Pemuda itu meraih kepalaku dan memalingkanya dengan kasar dia menyibak kain yang tadi menutupku dan langsung mengempur bibir tipisku dengan kasar..Aku berusaha menghindar namun sebuah tamparan menerpa wajah-ku?.Pemuda Kurus pendek itu kini bersimpuh disampingku, dengan ganas dia menarik lepas Celana jeansku dan melemparnya, kini celana dalamku dapat dilihat oleh mereka, pahaku yang putih mulus itu membuatnya makin bernafsu,..

Tangan Pemuda itu kini sudah meraba kemaluannya yang masih tertutup celana dalam hitamku, jari-jarinya bergerak liar di sekitar belahan kemaluan-kuSementara bapak itu makin bernafsu meremasi payudara Ku, kasar sekali permainan merka namun jertan kesakitanku tertahan oleh ciuman ganas dari si Gendut..

Lidahnya mulai masuk disela-sela mulutku, menyapu seluruh bagian didalamnya.. Permainan kasar seperti ini belum pernah kurasakan sebelumnya..Bapak itu mulai membuka kancing kemeja-ku satu persatu, setelah selesai dia langsung manarik lepas bajuku, kini tubuhku hanya tetutpi oleh BH dan Celana Dalam Hitamku? Bapak itu langsung membuka Bh-ku dengan menariknya kasar? Tubuh atas-ku tak menyisakan satu pun benang untuk menutupinya .. Payudaraku yang putih, kencang dan berputing kecoklatan itu membuat mereka tertegun, sama sepertiku melihat kelakuan mereka padaku..

?Wow, keren banget, punya Cina mank Beda ya Bos,..? Kata salah satu pemuda itu,.. Bapak itu segera memainkan dadaku dengan kasar ditariknya putingku dengan kasar sehingga membuatku mendesah tak karuan,..
?Hmmm?? Bapak itu dan pemuda Kurus makin ganas memainkan dadaku, diremasnya, sambil sesekali menjilat dan mengigit putingku?

?Coba kita liat bawahnya,? kata si Gendut,..Tak perlu diperintah 2 kali, si Kurus langsung memelorotkan celana dalamku,..Kini tubuhku bugil total tanpa selembar kain-pun..Wajahku memerah menahan malu? Vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus membuat mereka makin bernafsu mengerayangi tubuhku dengan tangan-tangan kasar mereka,..Tangan si Bapak mulai memainkan Vagina-ku bergantian dengan Si kurus yang mendapat porsi lebih banyak pada dadaku, Si gendut masih bernafsu mencumbuku dengan kasar?

Pilinan pada payudaraku beserta sentuhan dan pijitan pada Clitorisku makin membuat Libido ku meningkat, aku tak mau mengakui namun tubuhku mulai terbuai menikmati permainan ini?Tenaga mereka yang makin membuat ku pasrah menikmati perkosaan ini?Tangan kasar mereka membuat-ku mulai tak sanggup menahan birahi ku, belum lagi ketika Bapak itu mulai menjilati Vagina-ku, sapuan kasarnya ditambah kumis tipisnya yang menimbulkan sensasi berbeda membuatku makin tak sanggup membendung birahi ini..

Aku tak tahu sudah berapa lama mereka mempermainkan-ku seperti ini, sapuan dan permainan mereka membuatkan makin lama makin tak berdaya,..Tak kusadari tubuhku mulai mengejang, otot-ototku mengeras lidah Bapak itu makin ganas menghisap Clitorisku,..Sampai akhirnya aku tak sanggup lagi menahan Organsme ini..Cairan Organsme-ku mengalir deras di sela-sela Vagina-ku, Bapak itu hanya tertawa dan mendekatkan wajahnya ke telinga-ku seraya berbisik,..

?Masih gak mau Non??? ujarnya sambil tertawa..Aku tak tahu laagi, wajahku memerah, aku tak pernah menyadari betapa menyedihkannya diriku sampai mau diperlakukan seperti ini, bahkan kalau mau jujur aku mulai menikmatinya?Si Bapak kemudian berdiri, aku berpikir dia akan melepaskan-ku, namun tiba-tiba dia memelorotkan Celana pendeknya yang lusuh itu. Penisnya yang hitam dan disunat dibagian depannya itu seperti helm, belum lagi penis itu sudahmengeras dan bulu-bulu kemaluannya yang mulai memutih itu tampak kontras dengan kerasnya penis itu yang tampak sangat kuat..

Si gendut pun beranjak meninggalkan Dada-ku, dia berpindak ke pahaku, dinaikannya kedua tungkai-ku ke bahunya, Lidahnya yang besar dan kasar itu mulai menyapu Bibir vaginaku, sesekali dia menghisap clitorisku keras yang membuat Vaginaku berdenyut dan membuatku melayang makin tinggi,..Si Bapak sudah mendekatiku, si Kurus yang menggantikan posisi Gendut di bagian dada-ku, lebih sadis memperlakukan tubuhku, Ditariknya Putingku keras-keras yang membuatku berteriak tertahan, dia terus menghisap dan mengigit Vaginaku dengan Brutal, belum lagi Tangannya yang seolah tak pernah berhenti mengerayangiku,..Bapak itu mendekat dan berkata padaku

?Tau kan Non musti apa,..? Sambil menampar-namparkan Penis itu ke pipiku, Wekkk bau sekali, penis itu bau keringat menyengat, aku pun berusaha menutup mulutku,..Terus terang, aku memang penganut sex bebas tapi aku Jarang sekali melakukan Oral Sex, Jijik rasanya, aku hanya pernah melakukan sekali saat berlibur ke Paris dengan seorang Boss Tua, itu pun dengan sebuah ancaman yang membuatku terpaksa melakukannya..

Aku berusaha keras menutup mulutku kuat-kuat,Aku menahan desahan yang menyiksa ini sebisaku Bau penis itu saja sudah sangat memuakan bagiku,..Bapak itu terus berusaha memasukan Penisnya dalam mulutku, aku berusaha menghindar sebisaku, Kesana-kemari aku gelekan Kepala-ku sampai habis kesabarannya?Tiba-tiba dia meraih satu putingku, dan menariknya keras,..

Aku pun tak sanggup lagi untuk tidak membuka mulutku kesakitan, disaat aku berteriak, Bapak itu segera menyelipkan Penisnya dalam Mulutku,..
?Mmmmph?? Aku tak dapat lagi menghindar dari penisnya itu,?Penis itu masuk terlalu dalam sampai menyentuh kerongkongan-ku, dan membuatku terbatuk, namun bapak itu tak perduli dan tak ada niat melepaskan penisnya dari mulutku, Malah bapak itu mulai memompa penisnya dimulutku,..

Butuh beberapa menit sampai aku dapat menerima Penis itu di mulutku, belum lagi Sapuan di Vaginaku kini ditambah lagi dengan kelakuan si Gendut yang mulai memasukan jarinya yang gempal itu dalam Vagina-ku, perlahan-lahan Jari Telunjuknya mulai masuk dalam Vagina-ku, Aku tak tahu apa lagi yang akan aku alami selanjutnya, Sementara si Kurus yang makin ganas mengerjai buah Dadaku yang membuatnya makin memeras,..

Gigitan-gigitan halus ditambah hisapan pada putingku membuatku makin bernafsu, demikian Pula bapak itu yang makin cepat memacu penisnya,..Sensai yang harus kualami bersamaan ini membuat aku harus kembali menyerah oleh birahiku, aku makin tenggelam dalam permainan mereka, sedikit demi sedikit aku mulai menikmati ini, Aku mulai menghisap penis Bapak itu, aku ingin mengakhiri semuanya secepatnya..Sapuan Lidah kasar Gendut ditambah Jemarinya yang makin cepat mengocok vagina-ku yang mulai basah menimbulkan bunyi yang keras,

Basahnya Vagina-ku membuatk nya makin dapat makin cepat mengocok-ku, aku tahu aku tak kan sanggup lagi mencegah Organsme-ku,Tubuhku mengejang hebat, seluruh ototku mengeras, keadaan ini disadari oleh si Gendut yang membuatnya makin cepat mengocok-ku Lidahnya pun ikut menghisap Clitorisku kuat-kuat,..Aku tak sanggup lagi bertahan lebih lama, Pantatku pun sedit demi sedikit terangkat, Hingga akhirnya Cairan cintaku kembali menyembur keluar,?

?Aaaahh? Tanpa sadar aku menarik rambut Gendut yang malah tambah asik menghisapi cairan Cintaku yang mengalir deras, untuk beberapa saat tubuhku mengejang di Udara,..Si Gendut masih Asik menghisapi Vaginaku, di tambah lagi Kurus yang menikmat tubuhku yang mengejang sambil memainkan Payudaraku kasar..Tak lupa Bapak tua itu yang masih asik memompa penisnya dalam Mulutku,..Beberapa Detik kemudian aku menjatuhkan tubuhku yang lelah ke ranjang tak beralas itu..

Penis Bapak itu sempat terlepas dari mulutku, namun bapak itu tampak tak mau kehilangan Moment, dengan segera dia kembali mengarahkan Penis-nya ke mulutku dan kembali memompanya?

Aku sudah pasrah dengan semua ini dan tak punya tenaga lagi untuk melawan..Beberapa menit kemudian Penis itu mengeras aku berusaha mengeluarkan penis itu dari mulutku namun Tangan Kekar Bapak itu menahan kepala-ku,..

?Uuughhhh,..? Seru Bapak itu sambil memuntahkan amunisinya dalam Mulutku, Sperma itu sedikit tertelan olehku, sedangkan sisanya dapat kutahan dan sebagian mengalir keluar disela bibirku,..Bapak itu mencabut penisnya, dengan Kasar dia mengangkat Wajahku
?Makan Peju gua, kalo ga Mati LU!!!? BentaknyaAku terkejut mendengar perintahnya,..Sperma itu terasa sangat berat untuk aku minum, Kental dan menjijikan sekali, Sedikit demi sedikit aku mencoba meminumnya sambil disoraki oleh 2 anak buahnya, aku berusaha menelannya, butuh perjuangan perasaan untuk bias menghirupnya habis, belum lagi perutku yang mulai mual menelan sperma itu,..

Akhirnya aku dapat menghisap seluruh sperma itu, sambil berusaha menahan mual yang makin membuatku ingin muntah, Maku Up-ku yang sudah luntur Karena Wajahku yang berkeringat sangat banyak, begitu juga peluh disekujur tubuhku,..

?Udah ya Pak, Saya mohon,..? Mohonku memelas,..
?Enak Aja lu, memek lu aja belom gua rasain Apalagi anak buah gua juga belum puas? Bentaknya,..Ya ampun aku tertegun mendengarnya, mereka ternyata benar-benar berniat memperkosaku, Air mata yang sempat mongering tadi kembali mengalir deras,..

Namun bajingan-bajingan ini tak akan perduli, Gendut dan Kurus malah membuka pakaian dan celananya, Penis mereka mengacung keras, Ukuran penis itu saja sudah mebuatku bergidik, namun Penis Kurus lebih mencengangkan buatku, Penis itu keras dan Panjang, Diameternya pun besar sekali, Aku bias mati bila desetubuhi penis itu,..Bapak Tua itu membalikan Tubuhku, aku sudah tak punya tenaga lagi untuk melawan mereka, Bapak ituberpindah kebelakang setelah memposisikan tubuhku dalam posisi Doggy Style,..

?Udah siapkan Non,..? Ujarnya sambil mengoreki vaginaku dengan Tangannya
?Jangan Pak? Aku masi berusaha mengindar, namun Tangan Bapak itu mengunci Pinggulku, Penisnya pun mulai memyentuh bibir Vaginaku,..Sadar tak dapat menghindar lagi,aku pun menutup mata-ku, Perlahan penis itu mulai masuk dalam Vaginaku,..

?Gila Sempit ma seret amat? Kata Bapak itu, ketika beberapa Cm, Penisnya mulai masuk, aku menahan sakit yang melanda tubuhku, Sakit sekali, Penis itu sedikit demi sedikit masuk makin dalam yang membuat tubuhku mulai begerak tak karuan..Sodokan demi sodokan penis itu masuk makin dalam, hingga akhirnya dengan satu sodokan keras akhirnya penis Bapak itu dapat masuk seluruhnya dalam vaginaku,..

?Ohhhh? desahku, berusaha menenangkan diri, beberapa saat kemudian Bapak itu mulai menompa Penisnya,..
?Mulai ya Non,? katanya terlambat,..Pengalaman Bapak Tua ini pasti sangat banyak, Dia tampak mahir sekali memainkan Ritme yang membuatku tak sanggup berkata apa-apa,..Penis itu meluncur cepat keluar masuk, tiap tusukannya membuat tubuhku mengelinjang, harus kuakui betapa aku meikmati pemerkosaan ini,..Belum tuntas satu penis aku hadapi, Gendut mendekat, diangkatnya wajahku sebatas pinggangnya, wajahnya tampak menyeringai dibalik Penisnya yang mengacung keras,..

?Sepongin ya Non, jangan Pilih kasih,..?Aku hanya mengangguk disela-sela desahan-ku, Aku membuka mulutku lebar seukuran penis gendut,.. Gendut pun segera memasukan penisnya dalam mulutku, Aku sudah tak memperdulikan harga diriku dan rasa jijik yang menghingapiku, Aku mulai meghisap penis itu kuat-kuat, Bapak itu pun makin beringas memperkosaku,..

?Gila Jago banget nyepongnya Non?? Kata si gendut,..Si Bapak yang mendengarnya segera Bereaksi..
?Sial giliran gua aja mau nyepong tadi!! Dasar Perek!!!? Bentaknya..Bapak itu tampak kesal dan memacu Penisnya makin kencang, tubuhnya beradu dengan pantatku yang membuat-ku makin kewalahan,..Aku mulai tak sanggup berkonsentrasi mengoral penis Gendut ,.. Aku tak dapat lagi berkonsentrasi menyepongnya ,..

Gendut yang tampak kesal mengangakat kepalaku dengan kedua tangannya dan mulai menmompa penis itu dalam mulutku..?Oooooh?? Tanpa sadar aku berorgansme, Cairan cinta ku mengalir disela Vagina dan penis Bapak itu, Vagina-ku yang makin basah memperlancar Penis itu makin cepat keluar masuk dalam Vaginaku,?

Oh Tuhan Pemerkosaan di 2 ujung tubuhku saja sudah membuatku melayang tak karuan, Kurus yang dari tadi diam menyaksikan teman-temannya mengerjaiku, kini tampil kembali, di dekatinya tubuhku,..Dia mengangkat tangan kiriku, dan menaruhnya ke penisnya,..Ya Tuhan Besar sekali bahkan Lingkar Penisnya lebih besar dari tangan-ku..

Tanganku pun mulai mengocok Penis itu, Tangan si Kurus pun Tak luput mengerjai payudaraku kembali,?Makin lama aku makin menerima keadaan ini, aku tak lagi dapat membohongi diriku yang terbuai oleh permainan mereka,..

Saat aku berorgansme kembali, Penis Bapak itu pun mulai mengeras, aku pun panic menghadapi situasi ini,..
?:Keluarin pak, keluarin,?? Kataku panic,..
Bapak itu masih berbaik hati mencabut mencabut penisnya dalam vagina-ku dan memuntahkan spermanya ke punggungku,..

Sebagian Sperma Bapak itu menetes ke ranjang itu, dan bersatu dengan Cairan Organsme ku yang sudah menetes dari tadi,..

“Gila Non, Keren banget..Memeknya sempit banget..” Kata Bapak itu,..
Vaginaku sakit sekali rasanya menghadapi Penis itu…Kini sedikit terasa lega setelah Bapak itu mencabut penisnya dalam vaginaku…

Namun tampaknya Aku terlalu cepat senang,..Si Kurus melepaskan penisnya dari tanganku, dengan segera dia berpindah kebelakang dan mengacungkan Penis-nya ke Vagina-ku, Ya Tuhan Aku tak dapat membayangkan Bila penis itu benar-benar mengoyak-ku,..

Sedikit demi sedikit penis itu masujk dalam Vaginaku, Ya Tuhan itu beberapa CM punsudah membuatku kelabakan,..Aku pun sedikit memperlebar pinggulku untuk mempermudah penis itu masuk, tapi itu tak berarti banyak,…

Penis itu masuk makin dalam, Aku tak sanggup menerima penis itu,..Penis itu seolah membelah Tubuhku jadi dua, Kurus yang tampak kesulitan memasukan penisnya makin beringas memasukannya, Tusukan halusnya berganti dengan Sodokan keras berulang-ulang yang membuat ku menjerit keras berulang-ulang, Ya Tuhan Aku tak mengerti dosa apa yang kuperbuat sampai harus menerima keadaan ini..

Penis itu makin lama masuk semakin dalam , aku sudah tak bias lagi mengoral penis Gendut, gendut pun mengerti keadaan-ku dan megekluarkan penisnya dari milutku, kini desahanku makin keras memenuhi Bilik reot itu,..

Dengan Satu tusukan keras akhirnya, Penis Kurus dapat tertampung penuh dalam Vagina-ku, Ya tuhan Vaginaku tampak sangat merah, sakit sekali rasanya,..Setelah mendiamkan sejenak,..Kurus berkata..
“Gila, kaya belom pernah ngentot aja Non, sempit banget..”
Sial pikirku, Penisnya aja yang kegedean pake nyalahin Orang lagi…

Setelah menikmati jepitan otot-otot vagina-ku, Kurus mulai mengenjot Penisnya keluar masuk, Vaginaku mulai dapat menerima Benda asing itu, Desahan kami memenuhi ruangan bersahutan dengan tawa Bapak Tua dan si Gendut yang menikmati pemandangan itu,..

“Entotin terus tuch cewe Jang!!” Kata si Bapak..
“Beres Bos” Jawab Si Kurus sambil mengenjotku makin keras dan cepat..
Si gendut pun beranjak dari duduknya dan mendekat kewajahku, sambil bermasturbasi menikmati wajahku yang kesakitan,..

Organsme-ku disusul dengan Organsme yang lain, Payudarku pun terpental kesana kemari karena Sodokan Kurus yang keras, sementar Gendut makin cepat mengocok penisnya didepanku, Aku pun berorgansme panjang tubuhku mengelinjang hebat..
Saat itu tiba-tiba penis Gendut meledak dan menumpahkan Spermanya Ke Wajahku,..
Sambil tertawa dia memoles spermanya ke seluruh wajahku, Spermanya bau sekali, Setelah memoles wajahku,.. Dia berkata..
“Tuch tambah cakep kan Non” Yang disambut tawa teman-temannya..
Kurus pun makin bernafsu menyetubuhiku, di angkatnya Tubuhku yang kelelahan ini dan memposisikan dalam posisi Woman On Top,..

Ya Tuhan Tubuhnya yang kerempeng itu tampak kontras dengan keperkasaan penisnya yang besar itu,..Tanpa sadar aku mulai memompa penis itu, tak terlalu dalam memang karena sakit sekali, kelakuanku itu membuat Kurus Gusar dan mulai mengerakan Pinggulnya kembali dan menyodokku dalam, aku pun kembali berteriak keras, dalam posisi ini aku bertahan cukup lama, Aku sempat 2 kali berOrgansme yang membuat pinggul Kurus basah oleh Cairan Cintaku,..

Disela-sela Lobang Dinding Bilik itu aku melihat sesosok tubuh berseragam, Polisi tampaknya, dia memutari mobilku dan tampak mencari orang yang memilikinya,..Aku berharap dia menemukan dan menyelamatkan-ku, ingin rasanya aku berteriak namun takut, Aku pun kembali tersadar dari harapanku, ketika sodokan Kurus kembali memasuki tubuhku dalam,..

Harapan-ku pupus sudah, ketika sosok polisi itu menghilang dari Pandanganku, Kurus menjatuhkan Tubuhku kembali dan memompaku cepat dalam posisi Missionary, kini dia makin leluasa mengeranyangi Tubuhku, namun sedikit jijik untuk menciumku, karena sperma Gendut, Putting susu ku tak luput dari gigitannya namun dia tak sedikitpun menurunkan kecepatannya memperkosaku,…

Penis Kurus mengeras sesaat, seketika dia mencabut penisnya dan menembakkannya ke tubuhku,..”Wohhh, Puas Gua…” Ujarnya, tanpa memperdulikan diriku yang sudah kelelahan..

“Nah Sekarang Giliran Gua…!!” Ujar Si Gendut,..
Mati Gue pikirku, Vaginaku Sakit sekali setelah perkosaan ini, rasanya seperti masih ada batang yang tertinggal didalamnya,…

Si Gendut maju ke hadapannku, penisnya sudah mengacung kembali, namun sesaat sebelum dia mengangkat pahaku,…Pintu Bilik itu didobrak…
Ya Tuhan Sosok Polisi itu kini menerobos masuk,…

“Ada apa ini” bentaknya..Ya Tuhan akhirnya Polisi itu menyelamatkan-ku , Kopral Kurniawan, dapat kubaca nama Penyelamat ku dari Badge-nya…
Sesaat setelah melotot melihat tubuh bugilku,..Namun Kata-kata selanjutnya membuatku makin tenggelam dalam keputus asaan..

“Gila Lu ada mangsa gini, ga kasih tahu gua”
“Sory Mas, Lupa bis lagi Asoy nich, Kata Si Bapak itu, Mereka Komplotan..

“Ya Udah gapapa, gua mau ah!!!” Ucapnya sambil membuka pakaiannya, setelah menutup pintu Bilik itu,..
Polisi itu mendekat dan memolorotkan Celanaya, Ya Tuhan Apa Penis Pribumi normalnya seukuran ini?? Penis Hitam itu sebesar milik Kurus,, Pas sekali dengan Tubuh Polisi itu yang Kekar..

“Gua Dulu Ya..” Pinta Polisi itu pada Si gendut..Si Gendut pun hanya bisa mengalah, Dia pun menyingkir, ketika Polisi itu menaiki-ku,..
DiJilatnya seluruh Wajah-ku, dia tak meyadari sperma Gendut yang menutupi seluruh wajahku,..

“Cakep amat Non, Mulus lagi” Ujarnya seraya mengelus tubuhku dan menjilati payudara-ku,..
Tangannya pun turun ke Vaginaku,..
”Hehehe, dah Becek”, katanya berkomentar sambil memijit Clitorisku,..
“Ampun Pak Saya dah cape banget “ Rintihku, disela-sela desahanku, karena pijitan Jemarinya..
“Mank Gua Pikirin” kata Polisi itu Santai,.Sambil kembali mengerjaiku,..

Tak Alama Polisi itu sudah tak sabar untuk menyetubuhiku, kembali dia menaikan tubuhku kembali ke Posisi Doggy Style, Penis Besar itu mulai mencoba masuk dalam Vagina-ku, Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit Penis itu masuk diikuti desahanku yang tak karuan, Tak piker panjang Setelah berusaha keras memasukan penisnya dalam Lubang-ku, dia langsung mengenjotku,..

“Gila dah pada lu mainin berapa Ronde??? Sempit banget edan..” Komentarnya..
Tubuhku kembali terpental kesana kemari, aku sudah tak tahu berarapa Organsme yang telah menyerangku sejak tadi,…Gendut mulai tak tahan melihat wajahkuku yang sudah Kelelahan, mungkin melihat wajahku yang tak berdaya membuat nafsunya yang sudah tertahan sejak tadi makin membara, Didekatinya diriku,..

“Bos, bareng ya??” katanya, Mati aku bila dia mau menyodomiku…
“Lu mau Bool-nya??” Tanya Polisi itu??
Ya Tuhan mereka benar-benar Gila, Bahkan mereka tak memperdulikan diriku lagi,..
Anggukan Si Gendut membuat diriku makin Putus asa..

Polisi itu segera mengganti posisi ke Woman On Top, Tak Lama Gendut mendorong Tubuhku ke pelukan Polisi itu,..Polisi itu segera mencumbuku dengan ganas,, tangannya pun seolah tak berhenti mengerjai dadaku,..Sementara itu Gendut mulai menyerang Anus-ku, diludahinya anusku, Tangannya pun terkadang menyodok-nyodok,..Tak lama Jemari gempalnya berganti dengan benda yang lebih besar dan keras aku tahu, itu pasti penisnya…

Aku pasrah menerima semuanya, Aku hanya bisa menutup mataku, sambil berdoa,…
Penis itu mulai mencoba menembus Anus-ku perlahan, Perih sekali, tanpa sadar air mataku kembali mengalir ketika penis itu mulai masuk ke dalam,
Butuh beberapa lama untuk membuat penis itu dapat masuk setengahnya,..Rasa perih itu tak tertahankan, Rasanya Anusku mulai berdarah…Polisi itu pun tak membuang waktu untuk kembali memompaku,…Dengan ganas dan penuh nafsu..

Penis Gendut pun akhirnya dapat masuk seutuhnya dalam Anusku, Benda itu terasa sangat aneh dalam anusku, Aku tak percaya rasa sakit yang menderaku ini masih membuatku dapat bertahan,..Gendut pun mulai memacuku dengan Irama yang kacau, begitu juga Polisi tadi,..

Jeritan dan tangisku memenuhi Bilik itu, Bapak Tua dan si Kurus kembali maju dengan Penisnya yang sudah mengacung, Aku tak perduli lagi, nafsu setan sudah merasuk dalam tubuh-ku, ketika mereka mengacungkan penisnya kehadapanku, tak perlu waktu lama dariku untuk mulai menghisapnya…

Ya Tuhan aku tak percaya dengan kelakuanku sendiri, Meski menagis aku tak dapat membendung hasrat untuk mengoral Peis itu,..Organsme demi Organsme membuatku makin melayang tak karuan ,,..

Tak Lama si Gendut meledak lebih dulu dalam Anusku, Dia Mencabutnya dan mengacungkan Penisnya yang masih gagah itu kemulutku, dan menyuruhku untuk membersihakannya, aku pun sudah tak perduli dan langsung melahap penis itu,..

Karena Gendut yang sudah tak menSanWich-ku lagi, membuat Polisi itu makin leluasa mengerjaiku,..Aku kembali berorgansme menghadapi Polisi ini,..10 menit kemudian giliran Polisi itu menghadapi Ledakan-nya..Penis Itu mengeras, beruntung aku menyadarinya, dan berusaha melepaskan diri,..

“PaK Lepasin Pak, Kata Polisi Itu,” Mohonku sambil meronta, Namun Polisi itu memelukku kencang Dan terus memompaku, sampai akhirnya dia meledak dalam rahimku,…

“Ohhhhhh,..” Sesaat setelah penis itu meledak aku pun kembali berorgansme,..
Aku benar-benar ketakutan, bagaimana bila aku sampai Hamil???

Namun lamunanku hanya bertahan Sesaat, Bapak Itu, kembali menaiki, Ya Tuhan…Aku tak tahu berapa lama lagi Penderitaan ini harus ku alami…

Setelah itu, aku tak dapat mengingat apapun lagi, aku tak sadarkan diri sesaat, ketika Mereka masih mengerjaiku,…Aku terbangun Ketika Waktu sudah menunjukan jam 4.22, tubuhku terasa sangat ngilu, disampingku, tubuh-tubuh bugil itu tergeletak, Make Up-ku telah berganti dengan Sperma mereka, Aku berusaha mencari Air untuk membilas wajahku, namun yang ada sangat kotor sekali air itu,..

Aku pun mengurungkan Niat-ku dan bergegas memakai kembali pakaian-ku, namun aku tak dapat menemukan Bra dan CD-ku dimanapun, untung bukan kunci mobilku.. Aku tak perduli, sebelum mereka sadar aku harus bergegas pulang,tanpa memperdulikan wajahku yang penuh dengan bekas-bekas sperma mereka aku mengenakan Pakaian ku dan pergi meninggalkan Bilik Terkutuk itu,..

Sesampainya dirumah, kubersihkan seluruh tubuhku, Kucuci Vagina-ku sebersih-bersihnya, terus terang Aku takut hamil, aku pun kembali menangis sejadi-jadinya di Kamar mandi, Tubuhku sangat penat rasanya,…